Jakarta (ANTARA) - Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura menggelar acara nonton bareng (nobar) film dokumenter kisah pekerja migran Indonesia berjudul "Pilihan" yang dihadiri ratusan pekerja migran perempuan di Aula Nusantara kawasan tersebut, 25 Februari 2024.

KBRI Singapura melalui atase Ketenagakerjaan bersama atase Pendidikan dan Kebudayaan dalam keterangan pers yang disiarkan di Jakarta, Senin, mengemukakan bahwa pemutaran film tersebut dimaksudkan sebagai media pembelajaran bagi PMI.

”Film ini menyajikan pilihan-pilihan yang tersedia dengan segala konsekuensinya bagi kehidupan pekerja migran, sehingga baik sekali untuk menjadi pembelajaran,” ujar atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Singapura, I.G.A.K. Satrya Wibawa.

Menurut dia, penggunaan media film dokumenter sebagai kanal pembelajaran menjadi relevan pada era digital saat ini.

”Film dokumenter memberikan efek pembelajaran yang lebih nyata karena disampaikan oleh pelaku berdasarkan pengalaman nyata,” ujar Satrya yang juga pengajar film di Universitas Airlangga.
Baca juga: BP2MI perkuat tata kelola penempatan, cegah PMI jadi korban TPPO

Senada dengan itu, staf teknis Ketenagakerjaan KBRI Singapura, Tantri Darmastuti, menyampaikan film dokumenter ini menjadi penting karena banyak kasus yang menimpa pekerja migran Indonesia akibat ketidaktahuan penggunaan media sosial secara bijak.

Hal ini sejalan dengan tugas dan kewajiban KBRI Singapura dalam melayani dan melindungi warga negara Indonesia di Singapura, sehingga Satrya dan Tantri menyambut baik dan mendukung penuh pemutaran film Pilihan ini sebagai sarana edukasi untuk pekerja migran Indonesia. Film ini akan didistribusikan ke kantong-kantong pekerja migran Indonesia di Singapura dan negara lainnya bekerja sama dengan BP2MI dan kementerian terkait.

Film dokumenter "Pilihan diproduksi oleh Ruang Migran, sebuah komunitas yang dimotori oleh Noor Huda, Ph.D, yang merupakan mantan wartawan, aktivis sekaligus pembuat film dokumenter yang kini sedang menjadi rekanan peneliti di Nanyang Technological University, Singapura.

Film ini menceritakan kisah Listyowati dan Masyitoh, dua pekerja migran di Singapura. Listyowati, pekerja migran asal Sendangkulon, berjuang dengan realitas pahit pernikahan. Mimpi-mimpinya tentang kehidupan yang lebih baik hancur oleh kekejaman suaminya, meninggalkannya kecewa dan merindukan tujuan hidup, serta perjalanannya berubah drastis ketika ia tersandung atas kekejaman yang terjadi di Timur Tengah.

Terkejut oleh penderitaan anak-anak yang tak bersalah, Listyowati merasa terdorong untuk bertindak. Namun, usahanya yang salah untuk mencari makna membawanya ke jalan berbahaya menuju ekstremisme, sehingga dia ditangkap oleh kepolisian.
Baca juga: Kepala BP2MI soroti masih ada isu sindikat penempatan ilegal PMI

Kisah kedua bercerita tentang pekerja migran Indonesia di Singapura, Masyitoh memulai perjalanan penemuan diri dan pemberdayaan. Melalui kerja keras dan tekad, Masyitoh menemukan dirinya dalam perjalanan menuju pendidikan dan kewirausahaan.

Perjalanannya berubah secara transformatif ketika ia menemukan kekuatan perdagangan online atau daring.

Melalui semangat baru untuk penjualan internet, Masyitoh memberdayakan dirinya sendiri dan komunitasnya untuk mengejar kemandirian finansial. Dengan setiap penjualan, ia merasa satu langkah lebih dekat untuk mewujudkan mimpi-mimpinya dan membebaskan diri dari belenggu kemiskinan.

Film dokumenter ini juga menyajikan kisah Ani Ema, seorang mantan pekerja migran yang kini menjadi aktivis dan juga sudah memproduksi satu film panjang. Di film Pilihan, dia mengungkap kisah inspiratif di balik pembentukan ruangmigran.id atau RUMI, sebuah komunitas daring yang didedikasikan untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh pekerja migran.

Perjalanan Ani Ema dari seorang pekerja migran hingga menjadi seorang advokat memberikan wawasan mendalam tentang perjuangan dan tantangan yang dihadapi oleh jutaan orang di seluruh dunia.

Sebagai seorang kreatif dan pembuat film, Ani Ema menekankan pentingnya kolaborasi dalam mendorong perubahan sosial. Dengan bermitra bersama Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan organisasi-organisasi masyarakat seperti Aisyiah, RUMI berusaha memanfaatkan keahlian dan keterlibatan masyarakat untuk mengatasi akar masalah eksploitasi.

Misi inti RUMI adalah memberdayakan pekerja migran untuk mengarungi lanskap digital dengan bijaksana, mengakui prevalensi penipuan dan disinformasi. Dengan menyediakan platform untuk pendidikan dan advokasi, RUMI bertujuan melindungi pekerja migran dari eksploitasi dan membentuk komunitas ketahanan dan pemberdayaan.

”RUMI dapat menjadi ruang alternatif yang membantu pemerintah dalam mendidik dan memberdayakan pekerja Migran," jelas Noor Huda, seraya menambahkan bahwa masih banyak ruang-ruang kosong dalam pemberdayaan pekerja migran yang dapat diisi oleh komunitas dan lembaga swadaya masyarakat.

Baca juga: BP2MI luncurkan Migran Pers Room dan ambulans untuk pekerja migran

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024