Beirut (ANTARA News) - Tidak ada satu pun dari fasilitas senjata kimia Suriah yang berada di bawah kendali pemberontak, kata oposisi utama Koalisi Nasional, Selasa.

Penegasan itu terjadi setelah kepala Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia mengatakan bahwa salah satu fasilitas yang ditinggalkan berada di daerah yang dikuasai pemberontak dan inspektur dari tim Perserikatan Bangsa Bangsa - OPCW berharap untuk dapat mengunjunginya.

Dalam sebuah pernyataan, kelompok oposisi Suriah, Koalisi Nasional, mengatakan mendukung misi PBB - OPCW namun menegaskan tidak ada fasilitas senjata kimia yang berada di bawah kendali pemberontak.

"Ada fasilitas kimia yang berada di bawah kendali rezim yang dikepung oleh Tentara Pembebasan Suriah tetapi sama sekali tidak ada fasilitas kimia yang dikendalikan oleh brigade pemberontak , " kata Koalisi itu.

Pernyataan itu mengatakan jika Koalisi dan pemberontak berusaha untuk "melakukan kerja sama penuh dengan semua misi internasional guna memudahkan pekerjaan mereka dan memastikan perlindungan mereka sepenuhnya."

Pada Senin, Direktur Jenderal OPCW Ahmet Uzumcu mengatakan kepada BBC bahwa para inspektur dari misi itu telah mengunjungi lima dari setidaknya 20 fasilitas di Suriah tempat senjata kimia bisa diproduksi.

Dan dia mengatakan jika satu fasilitas senjata kimia yang ditinggalkan berada di wilayah yang dikuasai pemberontak. Ia juga menyebutkan jika rute ke fasilitas yang lain melalui daerah yang dikuasai oleh oposisi .

Anggota kloter pertama tim PBB - OPCW untuk melaksanakan ketentuan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa mengenai verifikasi dan penghancuran senjata kimia Suriah tiba di negara itu pada 1 Oktober.

Resolusi itu muncul dari kesepakatan Amerika Serikat - Rusia yang dilakukan setelah terjadinya serangan gas sarin di pinggiran Damaskus pada 21 Agustus.

Amerika Serikat mengancam akan melakukan tindakan militer terhadap rezim sebagai reaksi atas serangan itu, meskipun pemrintah membantah telah bertanggung jawab.

Tapi ancaman serangan itu dibatalkan setelah perjanjian antara Amerika Serikat dan Rusia, demikian AFP.
(G003/Z002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013