Jakarta (ANTARA) - Peneliti Astronomi dan Astrofisika BRIN Thomas Djamaluddin mengatakan teleskop berukuran 3,8 meter di Observatorium Nasional Timau mampu mengamati planet yang berada di luar tata surya.
 
"Dengan teleskop 3,8 meter itu pada prinsipnya eksoplanet bisa terekam. Eksoplanet adalah planet di luar tata surya. Jadi, itu adalah planet yang mengitari bintang," kata Thomas dalam pernyataan yang dikutip di Jakarta, Selasa.
 
Observatorium Nasional Timau menggunakan dua kamera medan pandang luas, yakni Nirca dengan filter inframerah dekat dan Optica dengan tiga filter inframerah.
 
Teleskop Timau bisa mengamati benda-benda langit yang sangat redup dan mengamati objek-objek langit yang cahayanya meningkat secara tiba-tiba, seperti nova dan supernova.
 
Thomas menjelaskan teleskop optik 3,8 meter itu punya desain yang unik dan berbobot ringan sekitar 20 ton. Teleskop itu memiliki cermin primer, sekunder, dan tersier.
 
Saat ini cermin yang sudah terpasang adalah cermin tersier, sedangkan cermin primer dan sekunder belum dipasang karena masih menunggu kedatangan kamera Optik dan Nirca dari Jepang.
 
Menurut dia, bintang terlihat dengan teleskop hanya titik cahaya. Apabila menggunakan teleskop berukuran besar, maka perubahan cahaya ketika planet melewati bintang yang membuat cahaya menjadi lebih redup masih terlihat jelas.
 
"Penelitian eksoplanet dimungkinkan dengan metode fotometri, tetapi sebetulnya tidak cukup karena perlu ada spektograf untuk melihat spektrumnya," kata Thomas.
 
Spektograf merupakan alat yang memisahkan cahaya menurut panjang gelombangnya masing-masing dan merekam hasil dari spektrum elektromagnetik dalam suatu detektor.
 
Melalui spektograf, ilmuwan antariksa bisa melihat apakah planet tersebut memiliki atmosfer atau tidak.
 
Thomas mengaku BRIN belum mampu membeli alat itu karena harganya sangat mahal. Mitra luar negeri memberikan penawaran untuk memasang spektograf di Observatorium Nasional Timau.

Baca juga: Indonesia berkontribusi besar bagi perkembangan astronomi global

Baca juga: BRIN uji coba Observatorium Nasional Timau pada pertengahan 2024

Baca juga: BRIN: Observatorium Timau tingkatkan daya saing astronomi Indonesia
 
"Mitra luar negeri akan memasang spektograf, tetapi tentu tidak gratis. Bayar bukan pakai uang, tetapi waktu penggunaan teleskop atau telescope time," ungkapnya.
 
Observatorium Nasional Timau terletak di Gunung Timau, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur.
 
Lokasi observatorium yang berada dekat dengan ekuator memungkinkan teleskop cermin tersebut mampu mengamati objek-objek astronomi yang berada di belahan langit utara maupun langit selatan. Hal itu tidak bisa dilakukan jika lokasi observatorium berada jauh di sebelah selatan ekuator atau di sebelah utara ekuator.
 
BRIN optimistis ada banyak pihak yang ingin bermitra dalam pengoperasian Observatorium Nasional Timau karena observatorium di belahan bumi selatan sangat sedikit hanya ada di Afrika Selatan, Indonesia, Australia, dan Amerika Selatan.
 
Sedangkan, observatorium di belahan bumi bagian utara ada banyak karena daratan yang lebih luas ketimbang belahan bumi selatan.

"Kami memberikan nama Observatorium Nasional Timau karena bukan hanya BRIN yang pakai, tetapi banyak pihak juga bisa menggunakan fasilitas tersebut," pungkas Thomas.

Baca juga: BRIN: Pemasangan cermin & kamera Observatorium Timau pertengahan 2024

Baca juga: BRIN buka kolaborasi global amati antariksa lewat Observatorium Timau

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024