Jakarta (ANTARA News) - Penurunan BI Rate dan suku bunga penjaminan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) diperkirakan belum menjadi insentif yang cukup untuk mendorong menggeliatnya sektor riil, terutama untuk investasi dan konsumsi. Menurut Direktur International Center for Applied Finance and Economics (Inter-CAFE) IPB, Iman Sugema, di Jakarta, Minggu, BI Rate dan suku bunga penjaminan saat ini yang sebesar 11,75 persen belum mendorong meningkatnya penyaluran kredit untuk investasi dan modal usaha, karena masih banyak faktor eksternal yang mempengaruhi seperti kepastian usaha dan dukungan infrastruktur. "Paling kredit konsumtif yang meningkat. Sekarang riil interest rate untuk kredit investasi masih 16-17 persen. Kalau ekspektasi inflasi delapan persen dan BI rate pada 10-11 persen maka riil interest rate untuk kredit investasi pada 15-16 persen. Itu masih jauh untuk investasi. Apa sih artinya 50 bps? kecuali kalau bisa terus turun sampai di bawah 10 persen," katanya. Sementara itu, mengenai prediksi pertumbuhan ekonomi pada semester pertama 2006 yang akan diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Selasa (15/8) depan, Iman memperkirakan tidak akan ada perubahan yang berarti dari angka pertumbuhan yang telah dicapai pada kuartal I 2006. "PDB hanya akan begini saja, tidak akan membaik. PDB belum ada pengaruh penurunan suku bunga dan kecenderungan dalam 1,5 tahun terakhir pertumbuhannya turun, bahkan konsumsinya melemah terus. Jadi sampai semester 1 masih akan terus menurun pertumbuhan," katanya. Ia mengilustrasikan jika pada kuartal I hanya mencapai 4,6 persen, maka untuk pertumbuhan pada tiga kuartal selanjutnya rata-rata harus mencapai 6,2 persen untuk mencapai target pertumbuhan APBNP 2006 5,8 persen. "Itu susah," katanya. Senada dengan Iman, ekonom UGM, Sri Adiningsih, menjelaskan meski pemerintah menjanjikan peningkatan "disbursement" pada semester II nanti, dirinya pesimistis dengan kemampuan pemerintah untuk menggerakkan ekonomi terutama investasi karena permasalahan investasi yang serius dan belum ditangani dengan baik. Diakuinya, stabilitas moneter memang cenderung lebih baik, namun inflasi yang diprediksi akan berada pada kisaran delapan persen pada akhir tahun membuat suku bunga akan bertengger pada level di atas 10 persen. "Suku bunga riil (selisih suku bunga dengan inflasi-red) itu biasanya sekitar tiga persen. Kalau suku bunga riil kita cuma 1-2 persen, saya khawatir akan terjadi pelarian dana portofolio yang kini mencapai 10 miliar dolar AS seperti yang pernah terjadi pada pertengahan 2005 kemarin," katanya. Jika itu sampai terjadi, menurut dia, potensi terjadinya distabilisasi akan sangat mungkin terjadi. "Saya kira BI tidak akan agresif dan suku bunga BI akan turun pelan sekali. Paling mentok sampai akhir tahun sekitar 11 persen lah," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006