Meski telah mendapat pertolongan medis secepatnya, ia tewas akibat luka-lukanya di lokasi kejadian."
London (ANTARA News) - Seorang prajurit Inggris tewas ditembak di Afghanistan, demikian diumumkan Kementerian Pertahanan Inggris di London.

Prajurit yang tewas dalam serangan Selasa itu merupakan korban pertama Inggris dalam konflik di Afghanistan sejak April, lapor AFP.

Pemerintah London mengatakan bahwa korban -- prajurit ke-445 Inggris yang terbunuh di Afghanistan sejak invasi pimpinan AS pada 2001 -- tewas oleh tembakan musuh ketika berpatroli di provinsi bergolak Helmand, Afghanistan selatan.

"Meski telah mendapat pertolongan medis secepatnya, ia tewas akibat luka-lukanya di lokasi kejadian," kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan, dengan menambahkan bahwa keluarga prajurit itu telah diberi tahu.

Letnan Kolonel Hywel Lewis, juru bicara Satuan Tugas Inggris di Helmand, menggambarkan korban sebagai "prajurit terbaik dan terpandai".

Inggris saat ini menempatkan sekitar 8.000 personel militer di Afghanistan, namun hanya 5.200 orang yang akan berada di negara itu pada akhir tahun ini, menjelang penarikan penuh pasukan NATO pada akhir 2014.

Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan.

NATO bertujuan melatih 350.000 prajurit dan polisi Afghanistan pada akhir 2014 untuk menjamin stabilitas di negara itu, namun tantangan-tantangan tetap menghadang dalam proses peralihan itu.

Desersi, penugasan yang buruk dan semangat rendah termasuk diantara masalah utama yang menyulitkan para komandan NATO dan Afghanistan.

Pada Oktober 2011, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara dikirim ke Afghanistan untuk membantu pemerintah Kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.


Penerjemah: Memet Suratmadi

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013