Jakarta (ANTARA) - Di tengah dominasi bahan baku kapas untuk tekstil, muncul harapan dari Wonosobo, Jawa Tengah. Di sana, seorang pemilik UMKM penyedia serat alam Indonesia, Wibowo, mengubah tumbuhan rami menjadi kain.

Kecintaan Wibowo pada serat alam dan keprihatinannya terhadap ketergantungan impor bahan baku tekstil, terutama kapas, mendorongnya untuk berinovasi dengan rami.

Rami (Boehmeria nivea) adalah tanaman berbunga dalam keluarga jelatang (Urticaceae). Tinggi tanaman rami bisa mencapai 1,0–2,5 meter, dengan daun berbentuk hati. Rami menghasilkan serat batang yang dapat dijadikan sebagai bahan baku tekstil.

Indonesia hingga saat ini masih sangat bergantung pada impor kapas untuk memenuhi kebutuhan industri tekstil.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam empat tahun terakhir (2019—2022) terjadi peningkatan jumlah impor barang benang kapas dengan tren sebesar 29,79 persen.

Pada 2019 jumlah impornya sebesar 14.843 ton. Pada 2020 sebesar 12.588 ton. Kemudian pada 2021 naik 65,82 persen menjadi 20.873 ton. Selanjutnya, pada 2022 naik 43,28 persen menjadi 29.908 ton.

Menurut data Kementerian Perdagangan, nilai impor kapas Indonesia pada 2023 mencapai 1,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp23,5 triliun.

Sadar akan kondisi itu, Wibowo pun mencari cara bagaimana dia bisa mengubah rami agar bisa menjadi kain, yang harapannya dapat menjadi alternatif bahan baku pakaian selain kapas.

Awalnya, Wibowo, yang telah menekuni usaha penyedia serat alam ini sejak 1999, hanya fokus pada serat alam untuk dekorasi rumah, namun, tiga tahun lalu, dia mulai merambah ke tekstil.

"Tiga tahun ini saya sudah memikirkan rami untuk tekstil. Akhirnya kami melakukan pengembangan dan riset secara mandiri dan kolaborasi dengan teman-teman, akhirnya terwujud rami Indonesia, yang dibuat di Indonesia oleh perajin-perajin kita,” katanya saat ditemui ANTARA.

Widodo memamerkan produk-produk inovatifnya yang terbuat dari serat alam di Inacraft 2024, sebuah pameran kerajinan tangan terbesar di Indonesia.

Keikutsertaannya dalam Inacraft merupakan yang pertama kalinya setelah mendapat undangan dari Kementerian Koperasi dan UKM. Ini menjadi kesempatan emas baginya untuk mempromosikan kain dari serat alam, termasuk rami, daun nanas, dan wol.

Produk-produknya mulai dari kain batik, kain ecoprint, topi, hingga jaket, yang terbuat dari serat rami dan diproduksi oleh para perajin lokal, menarik perhatian pengunjung, terutama dari mancanegara yang datang ke Inacraft 2024.

Dalam proses produksinya, Wibowo bekerja sama dengan sebuah koperasi di Wonosobo yang saat ini memiliki 20 anggota. Kerja sama ini melibatkan berbagai pihak, mulai dari petani rami, perajin yang memintal serat rami menjadi benang, perajin yang menenun dan merajut benang menjadi kain, hingga penjahit yang membuat pakaian dari kain tersebut. Koperasi tersebut juga memasarkan produknya sendiri.


Kain yang terbuat dari serat alam dipamerkan di pameran kerajinan tangan Inacraft 2024 di Jakarta Convention Center, Rabu (28/2/2024). (ANTARA/Shofi Ayudiana)
Widodo yakin serat rami sangat potensial karena cukup mudah untuk dibudidayakan di Indonesia. Tumbuhan rami umumnya membutuhkan waktu 3-4 bulan dari penanaman hingga panen.

Setelah panen, batang rami dipisahkan dan direndam untuk melarutkan perekatnya. Serat yang dihasilkan kemudian dipintal menjadi benang dan ditenun menjadi kain. Proses penenunan dapat dilakukan dengan tangan atau mesin.

Kain rami dapat diputihkan, diwarnai dan diberi polesan akhir untuk meningkatkan kualitasnya. Kain rami juga bisa diolah lagi menjadi kain batik ataupun kain ecoprint.

Kualitas kain rami akan sangat dipengaruhi oleh serat, metode pengolahan, dan alat yang digunakan. Pada umumnya semakin tipis benang yang digunakan, semakin halus kain rami yang dihasilkan. Sebaliknya, makin tebal benang, maka kain rami yang dihasilkan juga akan cenderung kasar.

Oleh karena itu, pentingnya alat yang lebih modern agar dapat menghasilkan kain rami yang lebih halus.


Perajin memintal serat menjadi benang dalam pameran kerajinan tangan Inacraft 2024 di Jakarta Convention Center, Rabu (28/2/2024). (ANTARA/Shofi Ayudiana)
Tantangan

Wibowo mengatakan bahwa dia belum memproduksi kain dari serat rami ini secara massal karena masih dalam tahap pengembangan dan masih melihat potensi pasarnya. Saat ini, dia lebih banyak menyuplai bahan mentah serat alam kepada perusahaan-perusahaan eksportir.

Serat alam Indonesia sangat menarik pasar global. Widodo kebanjiran permintaan ekspor dari berbagai negara, seperti Korea Selatan, Jepang, dan China. Hanya saja, dia terkendala modal dan ketersediaan lahan untuk memenuhi permintaan tersebut.

Keterbatasan teknologi, modal, dan lahan juga menjadi tantangan Wibowo untuk mengembangkan usahanya ini.

Untuk memintal serat rami menjadi benang pun hanya dapat dilakukan dengan mesin seadanya, sehingga benang yang dihasilkan dari serat rami tergolong lebih tebal dibandingkan yang dihasilkan oleh pabrik tekstil besar.

Permasalahan bagi UMKM kecil adalah teknologinya. Mereka tidak memiliki teknologi seperti pabrik besar yang mampu berproduksi secara massal.

Ia berharap ada kebijakan pemerintah untuk menjadikan tekstil berbahan baku serat alam ini menjadi salah satu prioritas dalam upaya menjaga ketahanan sandang Indonesia.

Diharapkan rami dan serat-serat alam lainnya yang ada di Indonesia ini dapat terus dikembangkan dan menjadi alternatif bahan baku pakaian, selain kapas. Dengan adanya serat alam lain juga diharapkan impor kapas bisa ditekan.

Apalagi serat alam juga merupakan bahan baku yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.


Perajin menunjukkan benang yang dihasilkan dari serat batang rami dalam pameran kerajinan tangan Inacraft 2024 di Jakarta Convention Center, Rabu (28/2/2024). (ANTARA/Shofi Ayudiana)
Ramah lingkungan

Indonesia yang merupakan salah satu negara penghasil komoditas serat alam mengekspor rata-rata sebesar 0,841 miliar dolar AS per tahun, sedangkan impor sebesar 2,448 miliar dolar AS per tahun dalam lima tahun terakhir (2014-2018), menurut data International Trade Center (ITC) pada 2019.

Serat alam dari tumbuhan yang dihasilkan di Indonesia adalah kapas, rami, sisal, sabut kelapa, yute, kenap, daun nanas, serat pisang, dan bambu.

Sementara itu, serat hewani yang dihasilkan adalah sutra, wol, dan serat kolagen.

Menurut ITC, ekspor serat alam Indonesia didominasi oleh kapas, yakni sebesar 98,4 persen dari jumlah nilai ekspor serat alam. Demikian juga dengan impor. Nilai impor serat alam Indonesia didominasi oleh kapas sebesar 92,9 persen dari jumlah nilai impor serat alam.

Dikutip dari jurnal teknologi industri pertanian yang berjudul “Potensi dan Masa Depan Serat Alam Indonesia sebagai Bahan Baku Aneka Industri” karya Ono Suparno (2019), kebutuhan serat kapas Indonesia sangat besar, yakni 700 ribu ton per tahun, yang sebagian besar dipenuhi dari impor.

Usaha untuk memanfaatkan serat alam selain kapas sebagai bahan baku alternatif untuk tekstil perlu didorong untuk menjaga ketahanan sandang di dalam negeri. Tanaman serat alam yang memiliki peluang untuk dijadikan bahan baku alternatif selain kapas adalah rami (Boehmeria nivea).

Dikutip dari jurnal yang sama karya Suparno (2019), rami merupakan penghasil serat yang memiliki kompatibilitas yang baik dengan jenis serat yang lain, sehingga mudah dicampur dengan jenis serat lain.

Tak hanya mengurangi impor bahan baku kapas, serat alam, seperti rami, juga dapat menjadi alternatif yang ramah lingkungan untuk industri tekstil.

Di tengah meningkatnya kesadaran akan efek karbon, perubahan iklim, dan isu-isu lingkungan terkait limbah tekstil sintetis, serat alam menawarkan solusi berkelanjutan bagi industri tekstil yang selama ini dikenal sebagai salah satu penyumbang polusi terbesar di dunia.

Ke depan orang sudah berpikir tentang efek karbon, perubahan iklim, dan isu-isu lingkungan terkait limbah tekstil berbahan sintetis, sehingga kita mesti mencari alternatif karena serat alam ini memiliki nilai berkelanjutan.

Serat alam, seperti rami, memiliki beberapa keunggulan dibandingkan serat sintetis. Pertama, serat alam rami dapat terurai dan tidak mencemari lingkungan. Kedua, serat alam rami membutuhkan lebih sedikit energi dan air untuk diproduksi, sehingga rendah emisi. Kemudian, rami juga merupakan tanaman yang ramah lingkungan dan tidak mencemari tanah atau air. Ketiga, rami menawarkan kekuatan dan daya tahan yang lebih tinggi.​​​​​​​

Kelebihan lainnya, tanaman rami dapat tumbuh dengan cepat dan membutuhkan waktu panen yang relatif singkat, sekitar 3-4 bulan. Hal ini berarti dapat diproduksi dalam jumlah besar tanpa memerlukan lahan yang terlalu luas.


Bagian dari industri

Serat alam Indonesia berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku tekstil selain kapas untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

Masalahnya, kebanyakan UMKM di Indonesia masih belum terhubung dengan industri, sebagaimana diakui oleh Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki.

Saat menjadi pembicara dalam sebuah diskusi di Lampung pada 5 Maret lalu, Teten menuturkan meskipun UMKM di Indonesia merupakan tulang punggung ekonomi nasional, hampir sebagian besar belum terhubung dengan industri.

Sebagian besar pelaku UMKM, yang merupakan usaha mikro dan informal, adalah pelaku ekonomi subsistek, bukan bagian dari rantai pasok usaha besar atau industri, sehingga tidak ada kepastian pasar dan tidak ada transfer teknologi.

Serat alam termasuk rami memiliki potensi besar untuk menjadi bahan baku tekstil yang ramah lingkungan dan berkelanjutan di Indonesia. Namun, diperlukan dukungan dari pemerintah dan semua pemangku kepentingan untuk mengembangkan industri serat alam di Indonesia termasuk mengatasi hambatan bagi UMKM.
​​​​​​​

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024