Jadi memang harus disediakan ruang agar satwa bisa tetap hidup tapi ada ruang juga yang bisa dimanfaatkan oleh manusia
Bandarlampung (ANTARA) - Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Lampung Yanyan Ruchyansyah mengatakan kesadaran masyarakat untuk menjaga wilayah konservasi dapat mengatasi konflik satwa liar dengan manusia.
 
"Kita harus mau berbagi ruangan ini adalah intinya, agar mengatasi konflik antara manusia dengan satwa liar seperti yang terjadi di kasus harimau menerkam warga di Lampung Barat," ujar Yanyan Ruchyansyah di Bandarlampung, Senin.
 
Ia mengatakan masyarakat pun harus memiliki kesadaran menjaga wilayah konservasi yang merupakan tempat hidup satwa liar.
 
"Membangun kemitraan memang membutuhkan upaya lebih tinggi, terutama untuk menyadarkan masyarakat mau ikut menjaga hutan konservasi terlebih lagi itu kawasan taman nasional. Jadi memang harus disediakan ruang agar satwa bisa tetap hidup tapi ada ruang juga yang bisa dimanfaatkan oleh manusia, dan kesadaran ini adanya di masyarakat," katanya.

Baca juga: KLHK: Perlu kembalikan ekosistem sehat atasi konflik harimau-manusia
Baca juga: Babel bentuk satgas tangani konflik manusia dan satwa liar
 
Dia menjelaskan untuk terus meningkatkan kesadaran masyarakat, pihaknya akan bekerja sama dengan Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) agar konflik antara manusia dengan satwa liar bisa diminimalisir.
 
"Bermitra ini mendorong mereka supaya bisa beraktivitas lebih baik, dan lebih baik lagi agar masyarakat tidak masuk ke ruang konservasi. Sudah terbukti ada serangan harimau artinya yang jelas kita harus mau berbagi ruang," tambahnya.
 
Ia melanjutkan salah satu program pemerintah yang bisa meningkatkan kepedulian masyarakat akan menjaga wilayah konservasi dilakukan melalui perhutanan sosial.
 
"Program perhutanan sosial itu diadakan untuk membuat masyarakat lebih peduli, sebab program itu mengakomodir masyarakat akan kebutuhan lahan untuk dikelola. Agar mereka tidak melakukan pembalakan hutan secara liar dan bisa terbina, jadi selain melindungi petani juga melindungi kawasan hutan termasuk satwa di dalamnya," ucap dia.

Baca juga: BKSDA Sumbar latih warga tangani satwa di lokasi munculnya harimau
Baca juga: BKSDA diminta segera tangkap harimau yang resahkan warga Lampung Barat
 
Menurut dia, adanya program perhutanan sosial tidak berkontribusi atas adanya konflik antara harimau sumatera dengan masyarakat di Kecamatan Suoh, Kabupaten Lampung Barat.
 
"Jadi bukan karena adanya program perhutanan sosial, di kasus munculnya harimau menerkam warga di Lampung Barat. Malah sebaliknya dengan adanya program itu petani dibina supaya tidak ada konflik satwa liar dengan masyarakat, di sini diajarkan agar petani hutan bisa bijaksana menjaga hutan yang memberi mereka kehidupan," ujar dia lagi.
 
Diketahui sebelumnya di Kabupaten Lampung Barat tepatnya di Kecamatan Suoh telah terjadi kasus penerkaman oleh harimau sumatera yang mengakibatkan dua korban meninggal dunia dan seorang korban dalam perawatan akibat luka berat.
 
Sebelumnya masih di Lampung Barat tepatnya di Kecamatan Suoh dan Bandara Negeri Suoh pada awal Januari 2024 pun telah terjadi kasus konflik antara satwa liar berupa gajah liar yang merusak kebun milik warga.

Baca juga: Warga Sumsel tewas diterkam harimau di hutan Riau
Baca juga: Ekolog dorong sosialisasi risiko konflik cegah insiden harimau-manusia
Baca juga: BKSDA Aceh turunkan tim cegah konflik satwa dan manusia
 

Pewarta: Ruth Intan Sozometa Kanafi
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024