Pontianak (ANTARA) - Koalisi organisasi lingkungan telah merilis laporan berjudul Pembalak Anonim yang menyoroti kasus deforestasi hutan yang dilakukan oleh PT MP di Kalimantan Barat yang telah membabat hutan alam tropis lebih dari 33.000 hektar.

"Bukti yang kami sajikan dalam laporan ini merekam kasus deforestasi terbesar saat ini di antara semua perusahaan perkebunan pulp dan sawit di Indonesia. Secara khusus laporan ini menerawang bagaimana dalam tiga tahun terakhir, PT MP yang mengelola konsesi hutan di Kalimantan Barat, telah membabat hutan alam tropis lebih dari 33.000 hektare, atau setara dengan hampir separuh Singapura," kata perwakilan Auriga Nusantara, Hilman Afif melalui siaran rilisnya, Senin.

Selain itu, laporan yang mereka keluarkan juga menunjukkan bahwa PT MP adalah satu contoh dari banyaknya perusahaan yang memanfaatkan struktur korporasi kompleks melibatkan yurisdiksi lepas pantai (offshore jurisdictions) yang penuh kerahasiaan untuk melakukan pembabatan hutan tropis besar-besaran.

"Dalam kasus PT MP, deforestasi ini telah menghancurkan habitat orang utan Kalimantan dan spesies terancam lainnya, serta memicu konflik antara perusahaan dan komunitas Dayak setempat," tuturnya.

Baca juga: Pengamat Hukum: Perlu dibuat perda baru atasi karhutla di Kalbar

Baca juga: Pemerintah optimalkan TMC untuk atasi karhutla di Kalimantan Barat


Sebagai salah satu organisasi yang ikut menerbitkan laporan tersebut, Auriga Nusantara mencatat, saat ini tersisa 55.000 hektare hutan alam di dalam konsesi PT MP, menjadikannya sebagai batu uji kritis terhadap upaya pengendalian deforestasi di Indonesia.

Namun, struktur kepemilikan perusahaan yang tidak transparan menyulitkan publik luas untuk mengetahui siapa yang harus bertanggung jawab atas kerusakan hutan oleh perusahaan itu.

Di ketahui, PT MP dimiliki oleh perusahaan induk berlapis yang mengarah ke yurisdiksi dengan kerahasiaan tinggi yaitu British Virgin Islands dan Samoa yang merupakan dua yurisdiksi yang tidak mewajibkan pengungkapan nama-nama pemegang saham kepada publik.

"Struktur korporasi yang rumit ini, pada dasarnya, tidak hanya menyembunyikan pemilik manfaat utama perusahaan tetapi sekaligus melindungi mereka dari risiko hukum dan reputasi atas penghancuran hutan tropis yang begitu luas," ujar Arie Rompas dari Greenpeace Indonesia.

Dalam kasus PT MP, kata Arie, dokumen perusahaan, keterkaitan operasional manajemen, dan hubungan rantai pasok menunjukkan bahwa perusahaan itu memiliki hubungan dengan grup Royal Golden Eagle (RGE). RGE adalah produsen global untuk produk pulp, kertas, kemasan, tisu, dan viscose, dan merupakan konglomerat induk dari APRIL, Asia Symbol, dan Sateri.

Pada 2015, RGE serta beberapa anak perusahaannya termasuk APRIL memulai kebijakan "nol-deforestasi" dalam rantai pasoknya. Sebagian pembeli produk RGE adalah beberapa merek mode terbesar di dunia, produsen barang konsumen, dan pengecer umum. Banyak di antaranya membuat klaim keberlanjutan kepada konsumen yang menyatakan bahwa bisnis atau produk mereka tidak menyebabkan penghancuran hutan tropis atau merugikan masyarakat.

"Klaim keberlanjutan ini sekarang dipertanyakan atas deforestasi yang terus dilakukan oleh PT MP di Kalimantan Barat," tuturnya.

Deforestasi yang dilakukan oleh PT MP seolah menghapus apa pun pembenaran upaya reasosiasi antara Forest Stewardship Council (FSC) dengan APRIL, perusahaan induk Grup RGE untuk bisnis pulp dan kertas di Indonesia.

Satu dekade lalu, APRIL dikeluarkan dari organisasi tersebut karena praktik merusak hutan. Organisasi yang mempublikasikan laporan ini mendesak FSC untuk menghentikan "proses pemulihan" yang berjalan dengan APRIL untuk kembali masuk ke skema sertifikasi keberlanjutan.

"Setidaknya sampai PT MP menghentikan deforestasi dan pembukaan lahan gambut, APRIL mengungkap struktur bisnisnya ke publik dengan memuat semua entitas perusahaan di yurisdiksi kerahasiaan, dan PT MP menyelesaikan konfliknya dengan komunitas Dayak setempat dengan cara yang adil dan bertanggung jawab," kata dia.

Melalui pernyataan yang diterbitkan oleh APRIL, Grup RGE membantah seluruh keterkaitan grup itu dengan PT MP. Tanggapan RGE dicantumkan secara utuh dalam laporan tersebut.

Organisasi yang menerbitkan laporan yang berjudul, Pembalak Anonim: Deforestasi di hutan tropis dan konflik sosial yang dipicu oleh PT MP di Kalimantan Barat meliputi: Auriga Nusantara, Environmental Paper Network, Greenpeace International, Woods and Wayside International, dan Rainforest Action Network.*

Baca juga: BKSDA Kalimantan Barat lepasliarkan satu orangutan ke hutan lindung

Baca juga: Titik api di wilayah Kalimantan Barat berkurang setelah hujan turun

Pewarta: Rendra Oxtora
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024