Apalagi program 8.000 HPK difokuskan pada pemenuhan layanan kesehatan ibu, bayi, anak, remaja dan kelompok usia reproduksi
Banjarmasin (ANTARA) -
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan memprogram 8.000 hari pertama kehidupan (HPK) untuk mencegah kasus stunting, yakni dengan pemenuhan kesehatan dan gizi remaja putri sebagai calon ibu di masa depan.
 
Kepala Dinas Kesehatan melalui Kabid Kesehatan Masyarakat Provinsi Kalsel, Nurul Ahdani di Banjarmasin, Senin, bahwa gizi dan kesehatan remaja putri sebagai calon ibu di masa depan memiliki peran yang sangat penting dalam pencegahan stunting.

Baca juga: Kepala BKKBN sebut calon pengantin mesti paham anatomi alat reproduksi
 
"Oleh karena itu, diperlukan perluasan intervensi hingga 8.000 HPK, dengan perhatian khusus pada kelompok 7.000 HPK selanjutnya. Apalagi program 8.000 HPK difokuskan pada pemenuhan layanan kesehatan ibu, bayi, anak, remaja dan kelompok usia reproduksi," ujarnya.
 
Dijelaskan Nurul, melalui program 8.000 HPK, remaja putri dan kelompok usia reproduksi perempuan sebagai calon ibu harus didorong untuk memperhatikan gizi dan kesehatannya secara serius.
 
Menurut dia, langkah ini sangat penting untuk menghindari kelahiran anak dengan stunting di masa depan.
 
Karena, ungkap dia, berdasarkan hasil surveilans gizi melalui SIGIZITERPADU di Provinsi Kalsel menunjukkan bahwa cakupan remaja putri yang mengkonsumsi tablet tambah darah (TTD) masih rendah sebesar 55,91 persen dan remaja putri yang terindikasi anemia masih tinggi, yaitu sebesar 34,25 persen.

Baca juga: BKKBN: Intervensi penanganan stunting mesti ditarik dari hulu
 
"Pentingnya pencegahan stunting juga menjadi fokus kerjasama antara semua pemangku kepentingan dalam menangani masalah gizi di Indonesia," ungkapnya.
 
Nurul berharap, melalui perluasan intervensi hingga 8.000 HPK, kiranya seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam penanganan stunting dapat lebih efektif dan efisien dalam menangani permasalahan stunting sehingga target nasional penurunan stunting 14 persen dapat terwujud pada tahun 2024.
 
Sementara itu, Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Dinkes Kalsel Ardiansyah menyampaikan, tujuan kegiatan untuk meningkatkan pemanfaatan teknologi digitalisasi pada pelaksanaan surveilans gizi dan melakukan sosialisasi 8.000 HPK ke masyarakat dalam upaya percepatan penurunan stunting.
 
Sebagaimana diketahui, Prevalensi stunting nasional berdasarkan studi status gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 mencapai angka 21,6 persen, dengan Provinsi Kalimantan Selatan mengalami penurunan cukup signifikan, yaitu sebanyak 5,4 persen dari 30 persen pada tahun 2021 menjadi 24,6 persen pada tahun 2022.
 
"Kita masih tunggu data SSGI untuk tahun 2023, moga dengan upaya yang maksimal dilakukan makin turun lagi di atas 5 persen," tuturnya.

Baca juga: Kolaborasi BKKBN-babinsa didik anak usia dini, turunkan stunting

Pewarta: Sukarli
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2024