Saat ini militer Chad dan militan terlibat dalam tembak-menembak."
Bamako (ANTARA News) - Dua prajurit Chad dan seorang warga sipil tewas ketika militan menyerang posisi-posisi militer di Mali utara pada Rabu, kata satu sumber di negara Afrika barat itu kepada AFP.

"Militan menyerang posisi-posisi militer Chad di Tessalit dengan senjata berat dan bom mobil. Dua prajurit Chad tewas. Empat penyerang bom bunuh diri tewas di lokasi kejadian, juga seorang warga sipil," kata sumber itu, lapor AFP.

"Saat ini militer Chad dan militan terlibat dalam tembak-menembak," tambahnya.

Satu sumber pasukan penjaga perdamaian PBB yang ditempatkan di kota bergolak wilayah utara, Kidal, mengkonfirmasi jumlah kematian dalam serangan itu dan mengatakan, bentrokan masih terus berlangsung.

Belum jelas apakah prajurit-prajurit Chad itu dan warga sipil tersebut tewas akibat serangan bom bunuh diri atau tembakan senjata berat.

Presiden baru Mali Ibrahim Boubacar Keita yang terpilih pada Agustus telah berjanji keamanan menjadi prioritas utamanya ketika negara itu memerangi sisa-sisa militan yang menduduki wilayah utara selama lebih dari sembilan bulan.

Akhir bulan lalu, sedikitnya empat orang tewas dan beberapa lain cedera dalam serangan bom mobil bunuh diri di Timbuktu, sebuah kota lain di Mali utara yang sebelumnya diduduki militan.

Mali, yang pernah menjadi salah satu negara demokrasi yang stabil di Afrika, mengalami ketidakpastian setelah kudeta militer pada Maret 2012 menggulingkan pemerintah Presiden Amadou Toumani Toure.

Masyarakat internasional khawatir negara itu akan menjadi sarang baru teroris dan mereka mendukung upaya Afrika untuk campur tangan secara militer.

Kelompok garis keras, yang kata para ahli bertindak di bawah payung Al Qaida di Maghribi Islam (AQIM), menguasai kawasan Mali utara, yang luasnya lebih besar daripada Prancis, sejak April tahun lalu.

Pemberontak suku pada pertengahan Januari 2012 meluncurkan lagi perang puluhan tahun bagi kemerdekaan Tuareg di wilayah utara yang mereka klaim sebagai negeri mereka, yang diperkuat oleh gerilyawan bersenjata berat yang baru kembali dari Libya. Namun, perjuangan mereka kemudian dibajak oleh kelompok-kelompok muslim garis keras.

Kudeta pasukan yang tidak puas pada Maret 2012 dimaksudkan untuk memberi militer lebih banyak wewenang guna menumpas pemberontakan di wilayah utara, namun hal itu malah menjadi bumerang dan pemberontak menguasai tiga kota utama di Mali utara dalam waktu tiga hari saja.

Prancis, yang bekerja sama dengan militer Mali, pada 11 Januari meluncurkan operasi ketika militan mengancam maju ke ibu kota Mali, Bamako, setelah keraguan berbulan-bulan mengenai pasukan intervensi Afrika untuk membantu mengusir kelompok garis keras dari wilayah utara.

PBB telah menyetujui penempatan pasukan penjaga perdamaian berkekuatan sekitar 12.600 prajurit untuk membantu menstabilkan dan mengamankan Mali.


Penerjemah: Memet Suratmadi

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013