Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan peristiwa banjir besar yang merendam Demak hingga Kudus tak ada kaitan dengan isyarat kemunculan kembali Selat Muria.
 
Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi Eko Soebowo saat dihubungi di Jakarta, Rabu, menjelaskan bahwa banjir yang terjadi murni pengaruh alam akibat kondisi cuaca ekstrem.
 
"Cuaca memang ekstrem dan daerah aliran sungai di wilayah sana tidak mampu menampung volume air hujan yang tinggi karena terjadi sedimentasi," ujarnya.
 
Eko mengungkapkan kegiatan pembabatan hutan dan perubahan tata guna lahan menjadi pemicu sedimentasi yang terjadi di sisi selatan.

Baca juga: BAZNAS penuhi kebutuhan gizi pengungsi banjir Kudus selama Ramadhan

Baca juga: Pengeringan genangan banjir Demak-Kudus dikebut selesai tiga hari
 
Bahkan, pengambilan air tanah berlebihan membuat kawasan pesisir pantai utara Jawa mengalami penurunan muka tanah yang signifikan 5 sampai 10 centimeter per tahun.
 
Bentuk mitigasi yang dapat dilakukan untuk mengeringkan kembali daratan Demak hingga Kudus adalah pembenahan tata guna lahan. Kawasan konservasi dan kawasan lindung yang dulu dibuka untuk kawasan komersial dan perumahan harus dikembalikan lagi fungsinya sebagai zona resapan air.
 
Kegiatan pengambilan air tanah secara berlebihan juga harus dikurangi dengan membangun bendungan yang berfungsi sebagai sumber air bersih bagi masyarakat setempat, seperti Waduk Jatibarang di Semarang dan Waduk Jati Gede di Indramayu.
 
"Apakah banjir terjadi lautan lagi? Menurut pandangan kami itu tidak akan terjadi. Faktor utama kalau itu (daratan) kembali menjadi selat adalah kenaikan muka air laut," kata Eko.*

Baca juga: Pj Gubernur Jateng minta seluruh tanggul sungai dievaluasi

Baca juga: Warga terdampak banjir yang mengungsi di Kudus capai 4.277 jiwa

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024