Untuk Fed Funds Rate, kami masih melihat kemungkinan-kemungkinan tetap di semester II-2024
Jakarta (ANTARA) -
Bank Indonesia (BI) tetap mempertahankan proyeksi bahwa suku bunga kebijakan Amerika Serikat (AS) atau Fed Funds Rate (FFR) akan turun di semester II-2024 karena inflasi AS masih jauh di atas sasaran.
 
 
"Untuk Fed Funds Rate, kami masih melihat kemungkinan-kemungkinan tetap di semester II-2024," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Bulan Maret 2024 di Jakarta, Rabu.
 
 
Perry menjelaskan, proyeksi tersebut didasarkan pada kondisi inflasi di Amerika Serikat yang masih di atas sasaran, dan kemungkinan juga masih di atas sasaran di sepanjang 2025.
 
 
Sementara ada sejumlah pelaku pasar yang memperkirakan FFR akan mulai dipangkas pada Juni 2024. Namun, di sisi lain, ketidakpastian keuangan global masih membayangi.
 
 
Oleh karenanya, BI juga masih tetap mempertahankan suku bunga acuan BI-Rate di level 6 persen.
 
 
"Kami juga baru akan melihat ruang terbukanya penurunan suku bunga BI-Rate itu di semester II-2024, itu baseline scenario," ujarnya.
 
 
Meski demikian, Perry mengatakan tidak menutup kemungkinan terbukanya ruang penurunan suku bunga BI-Rate sebelum semester II-2024. Namun, salah satu faktor utama yang mempengaruhi arah kebijakan suku bunga BI-Rate ke depan adalah inflasi.
 
 
BI meyakini bahwa kenaikan harga volatile food yang sekarang ini bersifat sementara karena faktor musiman akan turun sehingga inflasi Indeks Harga Konsumen akhir tahun 2024 masih akan terkendali dan inflasi inti juga masih akan tetap rendah.
 
 
Salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk menjaga inflasi adalah memperkuat koordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah untuk inflasi volatile food dan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) serta memastikan stabilisasi nilai tukar rupiah.
 
 
Di sisi lain, Perry mengatakan kebijakan bank sentral Jepang atau Bank of Japan (BoJ) yang memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan ke level 0-0,1 persen, tidak berpengaruh terhadap pasar keuangan domestik termasuk nilai tukar rupiah.
 
 
Hal itu dikarenakan pergerakan nilai tukar mata uang di berbagai negara masih sangat ditentukan oleh kekuatan nilai tukar dolar AS yang masih cukup kuat.
 
 
Selain karena nilai tukar dolar AS yang kuat, dalam beberapa pekan terakhir tekanan terhadap nilai tukar rupiah meningkat terutama karena ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi sehingga mengakibatkan adanya aliran modal asing keluar dari pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
 

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2024