Laporan Situasi Iklim Global (State of the Global Climate) terbaru menunjukkan bahwa planet ini berada di ujung tanduk
Jenewa (ANTARA) - Kepala badan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (19/3) mengeluarkan peringatan merah saat data baru menunjukkan bahwa rekor untuk semua indikator iklim telah terpecahkan pada 2023.

Badan iklim PBB, Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO), telah merilis sebuah laporan baru tentang keadaan iklim global pada 2023.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa tahun lalu rekor-rekor untuk berbagai indikator perubahan iklim, seperti tingkat gas rumah kaca, suhu permukaan, peningkatan panas dan keasaman air laut, naiknya permukaan air laut, penyusutan gletser dan lapisan es di lautan Antarktika, telah terpecahkan.

"Laporan tahunan ini menunjukkan bahwa krisis iklim merupakan tantangan utama yang dihadapi umat manusia," ujar Sekretaris Jenderal WMO Celeste Saulo dalam sebuah konferensi pers di Jenewa.

"Krisis ini terkait erat dengan krisis ketidaksetaraan, seperti terlihat dalam meningkatnya kerawanan pangan, perpindahan penduduk, dan hilangnya keanekaragaman hayati."

Laporan tersebut menggarisbawahi bahwa gelombang panas, banjir, kekeringan, kebakaran hutan, dan siklon tropis yang meningkat dengan cepat menyebabkan malapetaka dan kekacauan tahun lalu, yang mengubah kehidupan jutaan orang dan menimbulkan kerugian ekonomi miliaran dolar.

WMO mengonfirmasi bahwa 2023 merupakan tahun terpanas yang pernah tercatat, dengan suhu global rata-rata 1,45 derajat Celsius, dengan margin ketidakpastian 0,12 derajat Celsius, di atas tingkat praindustri.
 
   .   Sejumlah anak bermain di air mancur buatan untuk menyegarkan diri mereka di taman Hotel Sheraton di Doha, Qatar, pada 6 Juli 2023. (Xinhua/Nikku)

"Belum pernah kita sedekat ini, meskipun saat ini masih bersifat sementara, dengan ambang batas bawah 1,5 derajat Celsius dalam Perjanjian Paris tentang perubahan iklim," kata sang kepala WMO.

Lebih dari 90 persen lautan telah mengalami kondisi gelombang panas di beberapa waktu selama 2023, dan serangkaian gletser yang menjadi acuan global mengalami kehilangan es terbesar yang pernah tercatat, demikian tunjuk laporan WMO.

Luas es laut Antarktika menyusut ke tingkat terendah dalam sejarah, dengan berkurang 1 juta kilometer persegi pada akhir musim dingin dibandingkan rekor tahun sebelumnya, setara dengan luas Prancis dan Jerman jika digabungkan.

"Bumi mengeluarkan panggilan darurat," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam sebuah pesan video pada konferensi tersebut.

"Laporan Situasi Iklim Global (State of the Global Climate) terbaru menunjukkan bahwa planet ini berada di ujung tanduk. Polusi bahan bakar fosil menyebabkan kekacauan iklim di luar kendali."
 
Petugas pemadam kebakaran memadamkan api di kawasan hutan Serra do Coco di Riachao das Neves, negara bagian Bahia, Brasil, 22 September 2023. (Xinhua/Lucio Tavora)  

Sementara itu, konsentrasi tiga gas rumah kaca utama yang dipantau, yakni karbon dioksida, metana, dan nitrous oksida, menyentuh rekor tertinggi pada 2022 dan terus meningkat pada 2023. Level karbon dioksida saat ini 50 persen lebih tinggi dibandingkan dengan era praindustri.

"Masa hidup karbon dioksida yang panjang menunjukkan bahwa suhu akan terus meningkat hingga bertahun-tahun mendatang," demikian laporan tersebut memperingatkan.
 

Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2024