Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan bahwa gigitan nyamuk bakal meningkat 2,5 kali lipat saat cuaca panas dan kering.

“Nyamuk itu akan menggigit lebih sering, 2,5 kali lipat pada suhu 30 derajat ke atas, jadi dia akan lebih sering menggigit kalau suhunya tinggi,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi ketika ditemui ANTARA di Jakarta, Kamis.

Imran menuturkan meski tahun 2024 suhu cuaca cenderung lebih panas dibanding tahun sebelumnya, tingkat curah hujan terbilang cukup tinggi. Hal ini dikatakannya berbahaya bagi setiap orang karena meningkatkan keganasan nyamuk Aedes Aegypti penyebab demam berdarah.

Baca juga: Kemenkes: Pengembangan nyamuk ber-wolbachia diterapkan di enam kota

Baca juga: Kemenkes targetkan kasus DBD turun lewat penyebaran nyamuk Wolbachia


“Otomatis sarang nyamuknya makin banyak, nyamuknya tambah banyak dan semakin ganas,” ucap Imran.

Selain cuaca yang panas, nyatanya hujan yang tersebar secara tidak merata juga memperbanyak tempat perkembangbiakan nyamuk (breeding place) baik berupa genangan air atau air yang tertahan di suatu media hingga kualitanya menjadi kotor.

“Kita harus waspada, tahun lalu kita hanya mengalami El-Nino dan itu kering. Kalau tahun ini dia cenderung ke mild La-Nina tapi suhunya seperti tadi,” ujar dia.

Dengan demikian, Imran menyarankan kepada masyarakat untuk menjadikan langkah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) sebagai kebiasaan dalam menjalankan hidup sehat dan bersih. Setiap tempat yang menampung air harus dipastikan bebas dari jentik nyamuk dan tidak keruh.

Imran turut meminta masyarakat untuk rajin melindungi diri dari gigitan nyamuk baik menggunakan pakaian lengan panjang, tidur dengan kelambu hingga mengoleskan krim anti-nyamuk dengan rutin supaya kasus penularan maupun kematian tidak semakin meningkat.

Terlebih sebentar lagi banyak orang akan mudik ke kampung halaman, sehingga potensi penularan dapat makin terbuka. Diharapkan masyarakat dapat menjaga kebersihan diri selama perjalanan dan daya tahan tubuh agar tidak mudah terinfeksi.

Mengingat sekitar 50 persen kasus dengue tidak memiliki gejala yang nampak secara jelas.

“Saya juga di dalam imbauan untuk lebaran tahun ini, kita bukan hanya ingatkan soal diare, tapi sekarang dengue saya masukkan. Karena bulannya lebaran itu kan semakin maju. Lalu ini kok saya lihat grafiknya (penularan dan kematian) itu masih mengkhawatirkan,” katanya.

Baca juga: Akademisi Udayana: Metode Wolbachia aman bagi manusia dan lingkungan

Baca juga: Metode Wolbachia berhasil jika 60 persen nyamuk aedes ber-Wolbachia


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024