Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mengusulkan besaran defisit RAPBN 2007 sebesar Rp33,1 triliun atau 0,9 persen terhadap PDB, lebih besar dibanding defisit APBN 2006 sebesar Rp21,43 triliun atau 0,7 persen PDB, namun lebih kecil dibanding usulan APBN Perubahan 2006 sebesar Rp37,6 triliun (1,2 persen dari PDB). Demikian antara lain isi Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia serta Keterangan Pemerintah atas RUU tentang APBN 2007 beserta Nota Keuangannya di depan rapat paripurna DPR RI di Jakarta, Rabu. "Sesuai dengan arah kebijakan fiskal, serta rencana anggaran pendapatan negara dan hibah, dan anggaran belanja negara sebagaimana saya kemukakan tadi, maka RAPBN 2007 akan mengalami defisit anggaran sekitar Rp 33,1 triliun atau 0,9 persen terhadap PDB," kata Presiden Yudhoyono dalam rapat yang dipimpin Ketua DPR RI Agung Laksono tersebut. Dalam pidatonya, disebutkan bahwa defisit tersebut berasal dari pendapatan negara dan hibah yang diperkirakan sebesar Rp713,4 triliun, sementara belanja negara mencapai Rp746,5 triliun. Belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp496 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 16 persen dibanding APBN 2006 dan belanja pemerintah daerah sebesar Rp250,5 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 13,8 persen dibandingkan tahun 2006. Sedangkan untuk pendapatan negara dan hibah yang direncanakan mencapai Rp713,4 triliun atau naik 14,1 persen dari APBN tahun 2006, diperkirakan bersumber dari penerimaan perpajakan Rp505,9 triliun, penerimaan bukan pajak Rp 204,9 triliun, dan hibah Rp 2,7 triliun. "Perkiraan pendapatan negara dan hibah berarti sekitar 71,2 persen ditopang dari penerimaan perpajakan, dan sekitar 28,8 persen bersumber dari penerimaan bukan pajak," katanya. Asumsi dasar RAPBN 2007 yang digunakan yaitu pertumbuhan ekonomi 6,3 persen, inflasi 6,5 persen, suku bunga SBI tiga bulan 8,5 persen, nilai tukar Rp9.300 per dolar AS, harga minyak 65 dolar AS per barel, dan produksi minyak sebesar satu juta barel per hari. Sementara asumsi dasar APBN 2006 pertumbuhan ekonomi 6,2 persen, inflasi delapan persen, SBI tiga bulan 9,5 persen, nilai tukar rupiah Rp9.900 per dolar AS, harga minyak 57 dolar AS per barel dan produksi minyak 1,050 juta barel per hari. Sedangkan pada APBN perubahan 2006, pemerintah mengusulkan asumsi dasar pertumbuhan ekonomi 5,9 persen, kurs Rp9.300 per dolar AS, inflasi 8,0 persen, SBI tiga bulan 12 persen, harga minyak 62 dolar AS per barel, dan produksi minyak 1 juta barel per hari. Pembiayaan defisit Presiden menjelaskan, untuk membiayai defisit anggaran, pemerintah merencanakan penggunaan sumber-sumber pembiayaan baik dari dalam maupun luar negeri, dengan tetap berorientasi pada upaya pembiayaan yang stabil dan berkelanjutan, dengan beban dan risiko seminimal mungkin. Selain untuk menutup defisit anggaran, pembiayaan anggaran juga dibutuhkan untuk memenuhi kewajiban pembayaran cicilan pokok utang dalam negeri dan luar negeri yang akan jatuh tempo dalam tahun 2007, dan penyertaan modal negara untuk penyehatan beberapa BUMN yang masih bermasalah. Dalam RAPBN 2007, pembiayaan anggaran yang bersumber dari dalam negeri secara neto direncanakan mencapai Rp51,3 triliun, antara lain berasal penerbitan Surat Utang Negara (SUN), dana eks moratorium untuk membiayai program rekonstruksi dan rehabilitasi NAD-Nias, penjualan aset program restrukturisasi perbankan, penggunaan dana simpanan pemerintah di Bank Indonesia, dan privatisasi. Sementara pembiayaan dari sumber-sumber pinjaman luar negeri neto sebesar Rp18,2 triliun, antara lain berasal dari pinjaman program dan pinjaman proyek sebesar Rp35,9 triliun, dan dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri sebesar Rp54,1 triliun. Dengan struktur rancangan APBN ini dan dengan sasaran pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3 persen, maka rasio utang pemerintah pada akhir tahun 2007 diperkirakan akan menurun dari sekitar 41,3 persen pada tahun 2006 menjadi sekitar 36,9 persen pada tahun 2007. "Penurunan rasio utang pemerintah itu akan makin memperkuat struktur ketahanan fiskal, sejalan dengan tujuan untuk mencapai kemandirian fiskal yang berkelanjutan," kata presiden.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006