Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo mengunjungi Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan mendorong wilayah tersebut untuk menjadi desa wisata kesehatan karena memiliki potensi yang besar.

"Ide Bupati sangat baik untuk membuat destinasi wisata yang berbasis tematik tertentu, misalnya wisata kesehatan. Itu menjadi sangat menarik, karena kebetulan Pak Bupati ini ahlinya, dokter-dokternya di sini sangat lengkap," ujar Hasto dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat.

Hasto yang mengunjungi Kabupaten Belu pada Kamis (21/3) menyebutkan, daerah yang berbatasan langsung dengan Timor Leste ini dapat melebarkan sayap dengan menjadi daerah rujukan utama bagi kebutuhan pelayanan kesehatan negara tetangga.

"Saya optimis apabila wisata kesehatan dapat dikembangkan, masyarakat di sana tidak perlu ke mana-mana lagi kalau berobat. Warga Timor Leste dapat berbondong-bondong mendapatkan pelayanan kesehatan di sini," ujar dia.

Baca juga: BKKBN Papua Barat: Realisasi DAK fisik subbidang KB capai 97,52 persen

Baca juga: Kepala BKKBN: Lingkungan berpengaruh besar turunkan angka stunting


Ia juga mengapresiasi jajaran Pemerintah Daerah Belu yang berhasil menata pelayanan kesehatan di wilayahnya dengan sangat baik dari segi kualitas sumber daya manusia (tenaga medis), maupun kelengkapan alat kesehatannya.

"Belu merupakan daerah yang strategis karena di perbatasan. Sehingga harus kita jaga angka kematian ibu, kematian bayi, supaya menjadi contoh bagi negara tetangga," tuturnya.

Sementara itu, Bupati Belu dr. Taolin Agustinus menyampaikan bahwa kondisi di daerahnya sudah sangat siap terkait dengan pelayanan kesehatan, di mana sebagian besar dalam kondisi prima untuk melayani masyarakat.

"Kami punya 17 puskesmas, satu rumah sakit daerah, juga ada rumah sakit tentara. Kita punya 13 dokter spesialis, empat obgyn, dan dua orang bedah syaraf dan jantung. Di puskesmas, dokter dan bidan ada, sistemnya juga berjalan dengan baik, sedangkan alatnya juga lengkap, termasuk ultrasonografi dan antropometri," ujar dia.

Ia juga menyebutkan bahwa pihaknya sangat perhatian terhadap peningkatan kualitas tenaga kesehatan di Belu, termasuk memantau angka kematian ibu, dan berencana membuat kebijakan untuk menyekolahkan para dokter agar ada peningkatan keterampilan.

"Setiap ada kematian ibu, selalu kita audit," ucapnya.

Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, angka prevalensi stunting di Kabupaten Belu sebesar 36,6 persen, sedangkan target penurunan stunting di Kabupaten Belu yakni 29,29 persen di tahun 2023.

Berdasarkan laporan Taolin, angka prevalensi stunting (data by name by address) berhasil diturunkan sampai 11,1 persen. Ini dapat terjadi karena jumlah penduduknya tidak banyak, yakni berkisar 228.000 orang, sehingga lebih mudah dibuktikan.

Taolin optimis dapat mengakomodir wacana wisata kesehatan melalui pelayanan primer, tempat rujukan, serta sistem informasi dan teknologi yang telah matang di setiap fasilitas pelayanan kesehatan.

"Kami sudah bekerja maksimal dengan dukungan sumber daya yang ada. Mudah-mudahan kita dapat meningkatkan target indikator dan lain-lain dengan kerja fokus, terintegrasi, dan menguatkan hubungan dengan para pemangku kepentingan," katanya.*

Baca juga: Kepala BKKBN: ASI harus sukses pada 1.000 hari pertama kehidupan

Baca juga: Kepala BKKBN ingatkan pentingnya prakonsepsi ketimbang “pre-wedding"

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024