Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membentuk tim penyelidikan untuk menangani dugaan korupsi dalam proyek transportasi daerah Indonesia Timur (EIRTP) dan proyek infrastruktur jalan strategik (SRIP) yang dibiayai oleh dana bantuan Bank Dunia. Wakil Ketua KPK, Erry Riyana Hardjapamekas, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jalan Veteran, di Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa KPK juga telah meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit investigasi terhadap tender dan pengadaan dalam dua proyek tersebut. "Penyelidikan sudah dimulai, timnya sudah dibentuk pada 11 Juli 2006 di bawah pimpinan Direktur Penyelidikan KPK, Iswan Elmy," kata Erry. Namun, Erry mengatakan, penyelidikan yang dilakukan belum mencapai hasil yang signifikan untuk disampaikan kepada publik. Tim penyelidik, lanjut dia, telah berkomunikasi dengan inspektorat jenderal Departemen Pekerjaan Umum sambil menunggu hasil audit investigasi yang dilakukan oleh BPKP. Ia menuturkan, pada 7 Juli 2006 KPK menerima surat dari Menteri Keuangan Sri Mulyani yang berisi permintaan agar KPK ikut melakukan penanganan lebih lanjut secara hukum terhadap proses tender dan pengadaan dalam proyek EIRTP dan SRIP. Surat Menkeu kepada KPK itu, lanjut Erry, merupakan tindak lanjut dari surat yang dikirimkan Country Director Bank Dunia di Indonesia, Andrew Steer, pada 7 Juni 2006, yang menyampaikan bahwa berdasarkan hasil investigasi Bank Dunia telah terjadi tindak pidana korupsi dalam dua kontrak proyek EIRTP dan SRIP. Akibat adanya dugaan korupsi dalam dua proyek itu, Bank Dunia meminta pemerintah Indonesia untuk membayar atau mengembalikan dana yang telah dikeluarkan untuk proyek itu sebesar 4,7 juta dolar AS atau sekitar Rp42,3 miliar. Hasil investigasi Bank Dunia menemukan bukti-bukti adanya sebuah perusahaan konsultasi yang terlibat dalam pelaksanaan EIRTP dan persiapan SRIP yang memberikan fasilitas dan sarana gratis senilai lebih dari 300.000 dolar AS atau Rp2,7 miliar kepada pejabat-pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dalam pelaksanaan kontrak-kontrak senilai sekitar 6 juta dolar AS. Erry menjelaskan, KPK juga telah bertemu dengan Bank Dunia pada 11 Juli 2006 dan telah disepakati bahwa Bank Dunia akan menyerahkan hasil investigasinya kepada KPK. "Target waktu KPK untuk menyelesaikan penylidikan ini bergantung kepada seberapa cepat hasil investigasi Bank Dunia diserahkan kepada KPK. Makin cepat diserahkan, maka makin mempercepat kerja KPK," ujarnya. Ia mengatakan Bank Dunia telah berjanji menyerahkan hasil audit investigasinya kepada KPK pada pekan depan. Dengan dibentuknya tim penyelidikan oleh KPK, Erry berharap Bank Dunia akan menetapkan sanksi pengembalian dari pemerintah Indonesia setelah hasil penyelidikan KPK selesai. Erry juga berharap Bank Dunia tidak akan mengenakan sanksi kepada Indonesia berdasarkan hasil penyelidikannya sendiri. Menurut dia, investigasi yang dilakukan Bank Dunia sifatnya sudah final dan telah sampai pada kesimpulan bahwa telah terjadi tindak pidana korupsi. "Kami berharap dan kami yakin Bank Dunia bisa paham bahwa seyogyanya sanksi itu, apapun sanksinya, dikenakan setelah penyelidikan selesai dilakukan oleh KPK," kata Erry. Argumentasi rasional yang mendasari harapan KPK itu, lanjut dia, adalah tidak adil apabila korupsi yang dilakukan oleh segelintir pejabat penyelenggara negara harus ditanggung oleh negara, dalam arti rakyat secara luas. Erry mengatakan sanksi yang akan dikenakan Bank Dunia kepada Indonesia berpotensi merugikan keuangan negara. Selain itu, ia menambahkan, Indonesia dapat kehilangan kesempatan mendapatkan dana bantuan apabila nantinya Bank Dunia meminta pemerintah untuk mengembalikan dana bantuan yang sudah terlanjur disalurkan.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006