Bogota, Kolombia (ANTARA) - Sejumlah mayat ditemukan pada Jumat (22/3) pagi di beberapa wilayah di ibu kota Haiti, Port-au-Prince, yang dilanda kekerasan hebat dari geng-geng yang berusaha memperluas kendali mereka dalam beberapa pekan terakhir.

Media lokal melaporkan temuan sekitar 12 mayat, yang sebagian besar terbakar, serta ditemukan di pusat kota Port-au-Prince, di lingkungan Delmas dan Petion-Ville, sebuah kawasan orang-orang kaya di pinggiran ibu kota. Otoritas telah memastikan bahwa setidaknya 30 mayat ditemukan dalam waktu kurang dari sepekan di daerah perbukitan ibu kota.

Pada Kamis (21/3) malam, terjadi beberapa pertikaian antara geng bersenjata dengan aparat kepolisian, yang menyebabkan kematian pemimpin gen Ti Greg, yang melarikan diri dari penjara pada 2 Maret lalu.

Sementara mayat yang ditemukan pada Jumat dilaporkan adalah orang-orang yang menemani Ti Greg, dan tewas dalam bentrokan tersebut, yang kemudian dibakar warga sipil. Foto Ernst Julme alias Ti Greg yang memimpin komplotan Delmas 95 telah beredar di media sosial.

Dalam tiga pekan terakhir, ibu kota Haiti telah dilanda gelombang kekerasan geng, yang menyebabkan kelangkaan pangan parah, menurut Perserikatan Bangsa-bangsa.

Geng-geng bersenjata berat mengobarkan perang dengan kelompok kriminal bersenjata lainnya serta polisi dan mereka telah memblokade pelabuhan dan mengepung bandara internasional Port-au-Prince.

Sekitar 1,4 juta warga Haiti “selangkah lagi menuju kelaparan,” ungkap Ulrika Richardson, Koordinator Kemanusiaan PBB di Haiti. Meningkatnya kekerasan di pusat kota Port-au-Prince juga menyebabkan banyak rumah sakit tutup.

Kelompok bersenjata berat telah bergerak maju ke daerah-daerah baru di ibu kota, di mana lebih dari 33.000 orang telah melarikan diri dalam 15 hari terakhir, menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi.

“Serangan dan ketidakamanan yang meluas memaksa semakin banyak orang meninggalkan ibu kota untuk mencari perlindungan di provinsi-provinsi, mengambil risiko melakukan perjalanan melalui jalan-jalan yang dikendalikan oleh geng-geng,” kata Richardson, menggambarkan ketegangan sehari-hari, suara tembakan, kekerasan seksual dan ketakutan. meningkat di seluruh ibu kota.

Perdana Menteri Haiti Ariel Henry, yang terdampar di Puerto Rico karena meningkatnya kekerasan di negaranya, pekan lalu mengumumkan pengunduran dirinya setelah dewan transisi presiden terbentuk.

Serangan geng dimulai pada 29 Februari, ketika Henry berada di Kenya menandatangani perjanjian untuk mendorong penempatan pasukan polisi Kenya yang didukung PBB di negara tersebut.

Baca juga: Haiti dilanda kerusuhan, PM Ariel Henry akan mundur
Baca juga: Haiti yang dekat wilayah AS tapi terlupakan dunia
Baca juga: 5,5 juta warga Haiti butuh bantuan kemanusiaan


Sumber: Anadolu

Penerjemah: Yoanita Hastryka Djohan
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024