Jakarta (ANTARA News) - Realisasi penerimaan pajak selama tiga tahun terakhir naik rata-rata 22,8 persen per tahun dari Rp280,9 triliun pada 2004 menjadi Rp423,5 triliun pada RAPBN-P 2006. Menurut Nota Keuangan dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 yang diterima di Jakarta, Rabu, realisasi penerimaan pajak dalam negeri naik 23,5 persen dari Rp268,2 triliun pada 2004 menjadi Rp408,8 triliun dalam RAPBN-P 2006, sedang penerimaan pajak dari kegiatan perdagangan internasional pada periode yang sama tumbuh rata-rata 7,1 persen per tahun dari Rp12,7 triliun pada 2004 menjadi Rp15,2 triliun. Sejalan dengan peningkatan penerimaan pajak dari kedua sektor itu, rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB juga meningkat dari 12,2 persen pada 2004 menjadi 13,6 persen pada RAPBN-P 2006. Porsi penerimaan pajak terbesar dari dalam negeri berasal dari pajak penghasilan (PPh) non migas yang naik rata-rata 25 persen dari Rp112 triliun pada 2004 menjadi Rp175 triliun di RAPBN-P 2006, diikuti PPN dan PPnBM yang naik rata-rata 23,2 persen dari Rp87,6 triliun pada 2004 menjadi Rp132,9 triliun pada RAPBN-P 2006. Kenaikan penerimaan dari PPh non migas terkait dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi selama tiga tahun terakhir. Selain itu, kenaikan penerimaan pajak juga dipengaruhi oleh program ekstensifikasi bagi wajib pajak, program intensifikasi pemungutan pajak, peningkatan kualitas pelayanan wajib pajak melalui perluasan sistem e-registration, e-filling, e-payment. Sementara itu, kenaikan penerimaan dari PPN dan PPnBM dipengaruhi oleh naiknya transaksi ekonomi akibat meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Pada periode yang sama, penerimaan pajak dari PBB dan BPHTB yang hasilnya dibagikan ke daerah juga mengalami kenaikan rata-rata 24,2 persen menjadi 18,2 triliun pada RAPBN-P 2006 dari Rp11,8 triliun pada 2004, sedangkan penerimaan pemerintah dari cukai dan pajak lain naik rata-rata 14,9 persen menjadi Rp38,5 triliun pada RAPBN-P2006 dari Rp29,2 triliun pada 2004. Dari perdagangan internasional, penerimaan pemerintah dari bea masuk pda tahun RAPBN-P 2006 turun 0,4 persen menjadi Rp13,4 triliun dari tahun 2005 sebesar Rp14,9 triliun. Turunnya penerimaan ini karena kesepakatan perjanjian perdagangan seperti AFTA, ASEAN-China, EPA Indonesia-Jepang, Indonesia-Korsel, dan FTA ASEAN-India. Selain dari pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga berperan penting dalam menopang kebutuhan pendanaan dalam APBN. Meskipun demikian, peran PNBP dalam tiga tahun terakhir terhadap total pendapatan negara masih berfluktuasi karena sangat terkait dengan perkembangan harga minyak bumi dan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Meskipun demikian, penerimaan negara dari PNBP terus mengalami kenaikan dalam tiga tahun terakhir. Jika pada 2004 penerimaan dari PNBP mampu mencapai Rp126,7 triliun, maka pada 2005 naik menjadi Rp146,9 triliun dan pada RAPBN-P 2006 ditargetkan menjadi Rp224,5 triliun. Selama tiga tahun terakhir, PNBP terbesar diperoleh pemerintah dari sumber daya alam migas yang pada RAPBN-P 2006 ditargetkan Rp156,5 triliun, sedangkan dari sumber daya alam non-migas yang terdiri dari pertambangan umum, kehutanan, dan perikanan hanya Rp5,4 triluin. Peningkatan penerimaan juga diperoleh dari bagian pemerintah ata laba BUMN (deviden) yang pada RAPBN-P 2006 ditargetkan mencapai Rp21,7 triliun, naik 69,7 persen dari tahun sebelumnya. Selain dari pajak, penerimaan pemerintah yang bisa membantu membiayai anggaran berasal dari hibah yang terkait erat dengan terjadinya bencana alam yang melanda beberapa daerah. Indonesia banyak menerima komitmen bantuan, baik pinjaman lunak maupun hibah yang tertuang dalam CGI "pledge".(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006