Semarang (ANTARA) - Mantan Sekretaris Pengurus Wilayah Nadhlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Hudallah Ridwan yang akrab disapa Gus Huda mengingatkan bahwa tujuan demokrasi adalah jalan untuk memperjuangkan atau mencapai kebenaran, bukan semata memperjuangkan kemerdekaan.

"Demokrasi adalah sebuah jalan, sebuah alat untuk mencapai kebenaran," kata Gus Huda, saat diskusi bertajuk "Public Sharing: Jalan Terjal Demokrasi" yang digelar oleh Gerakan Milenial Peduli Bangsa, di Semarang, Minggu.

Itulah sebabnya, kata dia, meskipun demokrasi tidak lahir dalam dunia Islam, tetapi kalangan agamawan, terutama Islam menerima konsep demokrasi karena memperjuangkan kebenaran.

Karena memperjuangkan kebenaran, ia mengatakan bahwa demokrasi menjadi sebuah alat untuk menguji gagasan atau ide yang hanya bisa tercipta dalam suasana yang bebas atau iklim kebebasan.

"Semua orang berhak menyampaikan pendapatnya, idenya, gagasannya secara bebas. Itulah kenapa perbedaan menjadi rahmah, bhinneka menjadi rahmat. Karena kebhinnekaan tidak akan muncul dan tumbuh, kecuali di alam kebebasan," katanya.

Sejauh ini, ia optimistis dengan masa depan demokrasi di Indonesia yang sebenarnya sangat ditentukan oleh generasi muda yang akan menjadi penerus bangsa.

"Untuk menjaga dan meningkatkan indeks demokrasi, maka peran anak muda menjadi penting. Data pemilu kan menunjukkan (pemilih, red.) anak-anak muda 60 persen lebih," katanya.

Yang jelas, ia mengatakan bahwa demokrasi jangan hanya dilihat dari sistem dan aturannya, tetapi juga melihat manusia yang menjadi aktor pelaksana dari demokrasi.

"Aturan dan sistem demokrasi sebaik apapun, kalau aktornya enggak bener maka (demokrasi, red.) jadi enggak bener," katanya.

Sementara itu, Ketua Relawan Perjuangan Demokrasi Jawa Tengah Fadil Qirom juga mengatakan bahwa generasi muda menjadi penentu perjalanan demokrasi Indonesia ke depan.

"Kalau sampai demokrasi dikuasai kelompok tertentu, pemodal, maka mimpi anak tukang becak bisa jadi Presiden akan sirna. Karena nanti jadi tergantung anak siapa, dari alur politik mana," katanya.

Diakuinya, banyak ilmuwan yang dalam 10 tahun terakhir mempertanyakan mengapa negara otoriter, seperti China malah sejahtera, padahal demokrasi liberal yang digadang-gadang lebih menyejahterakan rakyat.

"Demokrasi sangat liberal seperti AS ternyata tidak otomatis sejajar dengan tingkat kesejahteraan, dan komunisme model China yang otoriter juga tidak otomatis tidak ada pertumbuhan ekonomi," katanya.

Namun, kata Fadil, Indonesia harus tetap merawat demokrasi setelah perjalanan panjangnya sejak kemerdekaan di era Orde Lama, kemudian berganti Orde Baru, dan saat ini masa reformasi yang sudah berjalan sejak 1998.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024