Pansel sudah kami undang untuk bekerja dengan segera."
Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) menunjuk tiga orang anggota panitia seleksi (pansel) untuk mencari dan menyeleksi anggota Dewan Etik Hakim Konstitusi.

"Kami sudah membuat putusan menunjuk tiga anggota pansel tahap pertama. Pansel itu untuk menyeleksi dan mencari anggota Dewan Etik Hakim Konstitusi," kata Wakil Ketua MK, Hamdan Zoelva, dalam konperensi pers di Gedung MK, Jakarta, Rabu.

Ketiga orang anggota pansel berada di luar hakim konstitusi itu adalah Dr Laica Marzuki SH, Prof Dr Azyumardi Azra MA, dan Prof Dr Saldi Isra SH MPA.

Menurut Hamdan, ketiganya setuju masuk sebagai anggota pansel Dewan Etik Hakim Konstitusi.

Dikatakannya, pansel diberikan waktu selambat-lambatnya 30 hari ke depan untuk memilih anggota Dewan Etik Hakim Konstitusi yang akan beranggotakan tiga orang dari berbagai unsur, antara lain mantan hakim konstitusi, akademisi, dan tokoh masyarakat kredibel yang seluruhnya berusia minimal 60 tahun.

"Pansel sudah kami undang untuk bekerja dengan segera," katanya.

Hamdan menjelaskan, keputusan pembentukan Dewan Etik Hakim Konstitusi disepakati melalui rapat permusyawaratan hakim pada tanggal 6 Oktober 2013, dan sudah diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2013 tentang Dewan Etik Hakim Konstitusi tertanggal 29 Oktober 2013.

Pembentukan dewan etik itu, menurut dia, untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim konstitusi, serta kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi.

Ia menjelaskan, wewenang dewan etik tersebut, antara lain menerima laporan dan mengumpulkan berbagai informasi yang terkait dengan perilaku dari hakim konstitusi setiap hari.

"Jadi, Dewan Etik Hakim Konstitusi dapat menerima laporan masyarakat, membuka e-mail dan lain sebagainya untuk menerima laporan masyarakat terkait dengan perilaku hakim, termasuk jika terdapat laporan adanya makelar kasus," ujarnya.

Ia menimpali, "Masa tugas Dewan Etik ini tiga tahun, dan tidak bisa dipilih kembali."

Dewan etik itu dapat memeriksa, mengumpulkan, dan menganalisis laporan informasi yang ada untuk selanjutnya mengeluarkan tiga kemungkinan putusan.

Tiga kemungkinan putusan itu, dikemukakannya, yakni memberikan teguran lisan kepada hakim konstitusi yang dianggap melakukan pelanggaran ringan terhadap kode etik, memberikan teguran tertulis apabila pelanggarannya sedikit lebih berat, atau mengusulkan pembentukan Majelis Kehormatan jika dianggap pelanggaran berat.

"Nantinya majelis kehormatan yang akan memutuskan dan mengadili sanksi apa yang diberikan," katanya.

Pembentukan dewan etik itu, ditegaskannya, bukan upaya menentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang MK yang ditandatangani Presiden.

Perpu itu sudah diatur mengenai keberadaan Majelis Kehormatan Hakim MK yang permanen, namun sampai saat ini masih menunggu persetujuan DPR.

"Jadi, Dewan Etik Hakim Konstitusi ini untuk mengisi kekosongan sampai Majelis Kehormatan yang diatur dalam perpu itu terbentuk. Jika terbentuk pun, maka keduanya kemungkinan bisa berjalan beriringan," demikian Hamdan Zoelva. (*)

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2013