Jakarta (ANTARA) - Koordinator Divisi Reformasi Parlemen Indonesian Parliamentary Center (IPC) Choris Satun Nikmah mengatakan perlu komitmen kuat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam menyelesaikan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2024 pada tahun politik.

Menurutnya, Prolegnas 2024 menjadi perhatian karena pemilihan umum (pemilu) dan (pemilihan kepala daerah) diadakan pada 2024, sehingga tantangan yang dihadapi selama ini dalam proses penyusunan undang-undang akan bertambah.

"DPR dalam pemilu juga memiliki peran untuk mengawasi jalannya pemilu. Tantangan tersebut juga menyebabkan spotlight akan terbagi ke pemilu," kata Choris dalam diskusi daring TII Policy Talks bertajuk Serba-Serbi Prolegnas 2024 di Jakarta, Selasa.

Selain itu, lanjut dia, waktu DPR pada tahun ini juga terbagi antara fungsi legislasi dan pengawasan, terutama untuk melakukan evaluasi bersama dengan penyelenggara pemilu. Dengan demikian, ia memperkirakan kinerja legislasi tahun ini kemungkinan semakin menurun.

Choris berpendapat pemilu tentu berpengaruh ke kinerja legislasi, terutama setelah diselenggarakan pilkada pada akhir tahun ini. Untuk itu, dirinya menilai perlu dipastikan kembali komitmen anggota DPR dalam menyelesaikan Prolegnas 2024.

"Jika tidak selesai, harapannya adalah agar DPR yang kembali terpilih akan meneruskan di masa prolegnas selanjutnya dengan tetap mempertimbangkan masukan yang sebelumnya sudah masuk,” ucap dia.

Dalam kesempatan yang sama, Peneliti Bidang Hukum The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII) Christina Clarissa Intania mengingatkan bahwa dalam daftar Prolegnas Prioritas tahun 2024, terdapat 19 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang sudah ada sejak Prolegnas 2015-2019.

Sebanyak 19 RUU itu di antaranya meliputi RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) dan RUU Masyarakat Hukum Adat (MHA).

Christina menyebutkan demo untuk mendesak pengesahan RUU PPRT sudah berlangsung di depan kantor DPR selama lebih dari 180 hari dan ada tuntutan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara karena belum disahkannya RUU MHA yang berlarut-larut.

”Perlu dipertanyakan apa tantangan dalam proses pengesahan berbagai RUU ini hingga berlarut-larut belum disahkan juga,” ungkap Christina.

Baca juga: Kasus DBD naik, Komisi IX minta giatkan edukasi kesehatan publik
Baca juga: Komisi X DPR RI soroti perundungan-kekerasan anak di Kabupaten Bogor

Baca juga: Rapat paripurna DPR setujui 37 RUU masuk Prolegnas Prioritas 2023
 

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2024