New York (ANTARA News) - Harga minyak New York turun lagi untuk ketiga hari berturut-turut pada Kamis (Jumat pagi WIB), di tengah meningkatnya persediaan di Amerika Serikat dan gambaran moderat untuk pertumbuhan ekonomi.

Patokan New York, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Desember, kehilangan 39 sen menjadi berakhir pada 96,38 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Desember merosot 1,02 dolar AS menjadi menetap pada 108,84 dolar AS per barel.

Akumulasi kuat stok minyak mentah komersial di Amerika Serikat sejak awal Oktober telah membawa harga WTI lebih rendah. Pada Rabu (30/10), laporan mingguan persediaan minyak AS menunjukkan kenaikan lain, hampir dua kali lipat perkiraan para analis.

"Stok minyak mentah komersial telah naik 28,2 juta barel selama enam minggu lalu dan bisa naik lebih lanjut," kata Timothy Evans dari Citi Futures dikutip Xinhua.

Melimpahnya stok minyak mentah di Amerika Serikat karena peningkatan tajam dalam produksi minyak serpih itu terus membebani harga minyak.

Badan Informasi Energi AS (EIA), unit statistik Departemen Energi AS pada Rabu melaporkan persediaan minyak mentah AS melonjak 4,1 juta barel menjadi 383,9 juta barel untuk pekan yang berakhir 25 Oktober, mengalahkan ekspektasi pasar untuk kenaikan sebesar 3,5 juta barel.

Sementara penurunan Brent juga terjadi karena berkurangnya kekhawatiran atas pengurangan produksi baru minyak di Libya, kelas jenis minyak mentah light yang lebih berharga, yang digunakan dalam penyulingan di Eropa.

"Sebuah survei awal pada produksi OPEC untuk Oktober menunjukkan peningkatan kecil dalam produksi secara keseluruhan," kata Evans.

Penurunan harga minyak juga karena dolar AS menguat terhadap mata uang utama lainnya setelah Federal Reserve memutuskan untuk mempertahankan kebijakan stimulus moneternya tak berubah.

Sebuah penguatan greenback membuat minyak mentah yang dihargakan dalam dolar lebih mahal dan kurang menarik bagi pembeli yang memegang mata uang lainnya.

Federal Reserve pada Rabu (30/10) mengumumkan keputusan untuk mempertahankan pembelian obligasi 85 miliar dolar AS per bulan, mengatakan pihaknya masih perlu melihat lebih banyak bukti bahwa perekonomian akan terus membaik. Keputusan itu sesuai dengan konsensus pasar.

Sementara euro mengalami penurunan besar terhadap dolar dalam enam bulan terakhir karena pasar berspekulasi bahwa Bank Sentral Eropa (ECB) akan memangkas suku bunganya untuk meningkatkan pemulihan.

Kenaikan dalam mata uang AS memicu penurunan harga minyak. Dolar yang lebih kuat dan euro yang lebih lemah mengurangi daya tarik investasi pada minyak, demikian AFP.
(Uu.A026)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013