Jakarta (ANTARA) -
Tim hukum pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md menduga pemilihan presiden (Pilpres) 2024 dipenuhi dengan pelanggaran prosedural pemilihan umum (pemilu) di seluruh wilayah Indonesia.
 
"Semuanya tentu memunculkan keraguan mengenai hasil dari Pilpres 2024 dan bahkan menimbulkan gejolak sosial di masyarakat," kata Tim hukum pasangan ganjar-Mahfud, Raghado Yosodiningrat, dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu.
 
Ia membeberkan, pelanggaran sebelum hari pemungutan suara dimulai dengan penerimaan pendaftaran pasangan calon terpilih Pilpres 2024 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
 
Raghado menilai, pendaftaran pasangan calon tersebut tidak memenuhi syarat dalam Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023. Selain itu, kata dia, terdapat pula kejanggalan dan kesalahan data dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
 
Selanjutnya pada hari pemungutan suara, dia mengungkapkan dugaan pelanggaran dibagi menjadi dua, yaitu pada tahapan pemungutan suara dan tahapan penghitungan suara.

Dalam tahapan pemungutan suara, ia menyebutkan ada beberapa pelanggaran yang terjadi, yaitu ketidaksesuaian jadwal pemungutan suara di 37.466 tempat pemungutan suara (TPS), sebagaimana dicatat oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Selain itu, ada kekurangan dan kelebihan suara di 10.496 TPS sebagaimana dicatat oleh Bawaslu maupun pelanggaran yang dicatat sendiri dari sampel C Hasil salinan.
 
Pelanggaran lain dalam tahapan pemungutan suara, yakni kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) tidak menjelaskan cara pemungutan dan penghitungan suara pada 5.449 TPS sebagaimana dicatat oleh Bawaslu, pemilih menggunakan haknya lebih dari sekali pada 2.413 TPS sebagaimana dicatat oleh Bawaslu, serta surat suara yang sudah tercoblos untuk pasangan calon terpilih, misalnya sebagaimana terjadi di Jawa Barat.
 
Sementara dalam tahapan penghitungan suara, lanjut dia, beberapa pelanggaran yang terjadi berupa penghitungan suara yang dilakukan sebelum waktu pemungutan suara selesai di 3.463 TPS sebagaimana dicatat oleh Bawaslu serta KPPS tidak memberikan C Hasil Salinan di 1.895 TPS sebagaimana dicatat oleh Bawaslu.
 
"Bahkan saksi PDIP dalam proses rekapitulasi nasional Pilpres 2024 telah menyatakan di dalam catatan kejadian khusus bahwa saksi Pilpres 2024 di Papua Pegunungan tidak mendapatkan salinan hasil maupun salinan hasil kecamatan dari KPPS dan PPK," tuturnya.
 
Dia melanjutkan, pelanggaran lainnya yang terjadi dalam tahapan penghitungan suara, yakni ketidaksesuaian jumlah surat suara dengan jumlah pemilih di 2.162 TPS sebagaimana dicatat oleh Bawaslu maupun pelanggaran yang dicatat dari sampel C Hasil Salinan.
 
Di sisi lain, Raghado menuturkan terdapat pula dugaan pelanggaran prosedural setelah hari pemungutan suara, yaitu penggunaan teknologi informasi SIREKAP yang menimbulkan gejolak sosial di masyarakat.
 
"Selain pelanggaran di atas, juga ditemukan kejanggalan berupa adanya partisipasi pemilih 100 persen berdasarkan DPT yang sebenarnya hampir tidak mungkin, namun tercatat terjadi di 18 provinsi di Indonesia," ucap Raghado menambahkan.
 

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024