Moskow (ANTARA) - Duta Besar RI untuk Rusia Jose Tavares menilai Moskow adalah mitra yang tepat bagi Jakarta dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) guna mendukung transisi ke energi terbarukan.

Jose menjelaskan bahwa BUMN energi nuklir Rusia, Rosatom, telah sejak lama menawarkan kerja sama pengembangan PLTN, termasuk PLTN terapung yang dianggap cocok untuk negara kepulauan seperti Indonesia.

“Sebenarnya Rusia bisa berperan besar di Indonesia. Kalau mau bekerja sama dengan Rusia, inilah saatnya,” tutur Jose ketika ditemui ANTARA di Moskow pada Kamis (28/3), di sela-sela peliputan pameran dan forum industri nuklir global ATOMEXPO 2024.

Namun, kata dia, pemanfaatan teknologi nuklir di Indonesia masih menuai kontroversi dari masyarakat terkait aspek keamanannya.
Baca juga: Aspebindo dorong pemerintah fasilitasi investasi PLTN di Indonesia

Padahal, ia meyakini pihak Rusia telah belajar banyak dari bencana nuklir besar seperti Chernobyl yang terjadi pada tahun 1980-an atau kecelakaan di PLTN Fukushima di Jepang pada 2011, tentang bagaimana memperkuat keamanan teknologi nuklir mereka.

“Jadi sudah tidak perlu dikhawatirkan lagi kalau yang seperti Chernobyl karena mereka sudah berlapis-lapis keamanan nuklirnya. Saya juga pernah membawa pejabat Indonesia ke markas Rosatom dan mereka jelaskan mengenai hal itu,” tutur Jose.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa Indonesia harus berani memajukan kerja sama energi nuklir jika ingin mewujudkan target transisi energi dan nol emisi karbon.
Baca juga: Energi nuklir jadi opsi untuk capai target netralitas karbon

Apalagi, beberapa tetangga dekat Indonesia seperti Myanmar dan Filipina juga telah melirik ke pemanfaatan nuklir untuk menyokong kebutuhan energi mereka.

Sementara Turki dan Bangladesh bahkan telah memulai pembangunan PLTN melalui kerja sama dengan Rusia.

“Sekarang tinggal (keputusan) Indonesia, terserah Indonesia mau pilih (kerja sama) dari mana,” kata Jose.

Mengacu pada sejarah kerja sama Indonesia-Rusia lewat pendirian PT Krakatau Steel pada tahun 1960-an, Jose mengungkapkan bahwa Rusia adalah mitra yang lebih baik—daripada Barat—dalam hal transfer teknologi.

Melalui perusahaan yang dahulu bernama Cilegon Steel Mill hasil kerja sama Indonesia dengan Tjazpromexport dari Uni Soviet, Krakatau Steel telah berkembang menjadi pelaku utama industri baja serta penyedia energi bagi Indonesia.

“Itu menurut saya transfer teknologi pertama dari negara lain kepada Indonesia, yang kemudian kita optimalkan hingga sekarang jadi luar biasa kan Krakatau Steel,” ujarnya.
Baca juga: BAPETEN: Indonesia punya bahan baku nuklir cukup untuk dijadikan PLTN

Selain unggul dalam hal transfer teknologi, Jose mengatakan bahwa Rusia lebih lugas dan terus terang ketika bernegosiasi.

Dia pun menyebut bahwa Rosatom telah menyatakan siap mendidik ahli-ahli nuklir dari Indonesia dalam pemanfaatan nuklir untuk tujuan damai dengan memberikan beasiswa bagi 30 orang.

“Sekarang pertanyaannya tertarik nggak kita untuk memanfaatkan (tawaran) itu? Itu kan tergantung Jakarta, mungkin mereka masih ragu dan mau melihat-lihat dulu ke negara lain. Tetapi Rusia menurut saya lebih bagus karena semuanya straightforward,” kata Dubes Jose.

Baca juga: AS-Indonesia kerja sama kaji penggunaan SMR untuk PLTN di Kalbar
Baca juga: Menteri ESDM respon ketertarikan Rusia kembangkan nuklir di Indonesia


Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024