Jakarta (ANTARA News) - Bagi orang yang pernah berkunjung ke Singapura selama beberapa tahun terakhir dan menggunakan transportasi umum di negara jiran tersebut pasti pernah menggunakan kartu EZ-Link.

Dengan menggunakan EZ-Link, warga di Singapura dapat dengan mudahnya menggunakan hanya satu kartu untuk beragam moda transportasi seperti MRT atau bus umum yang banyak berseliweran di jalan raya Singapura.

Selain itu, dengan penerapan yang integratif, maka seseorang di Singapura juga dapat lebih lancar dalam berpindah moda dari MRT ke bus umum atau sebaliknya karena tempat pemberhentian antara kedua moda tersebut kerap berada di lokasi yang sama.

Beragam kemudahan tersebut juga mengakibatkan warga Singapura dari berbagai kalangan banyak yang lebih memilih menggunakan moda transportasi umum, sehingga kendaraan pribadi di negara tersebut juga tidak selalu menjadi pilihan utama bagi masyarakat di sana.

Walhasil, jalan raya di Singapura relatif lebih lancar dan jarang mengalami kemacetan dibandingkan dengan arus lalu lintas di sejumlah kota di Indonesia seperti Jakarta.

Penerapan sistem transportasi di negara jiran tersebut juga sesuai dengan kajian Bank Dunia yang menyatakan bahwa transportasi terintegrasi dan efektif dalam penggunaannya bakal memandu urbanisasi ke arah yang lebih berkelanjutan baik secara sosial maupun ekonomi.

Publikasi Bank Dunia bertajuk "Transforming Cities with Transit" menyebutkan, negara-negara berkembang kerap menemui pertumbuhan arus masuk populasi ke perkotaan yang melesat tinggi yang disertai dengan sejumlah dampak negatif.

Contoh dari sejumlah dampak negatif itu antara lain ketergantungan kepada kendaraan pribadi yang mengakibatkan meningkatnya kemacetan, polusi udara, emisi gas rumah kaca, serta penggunaan energi dan waktu yang tidak efisien.

Padahal, menurut Bank Dunia, penggunaan moda transportasi darat yang terintegrasi bila digunakan secara efektif dapat mengatasi sejumlah permasalahan tersebut.

Untuk itu, publikasi lembaga keuangan multilateral itu menganalisis antara lain penggunaan sistem Bus Rapid Transit (BRT) dan dampaknya kepada pengembangan lahan di daerah perkotaan.

Bank Dunia menyarankan penciptaan tata kota berkelanjutan dari strategi tingkat makro yang mempengaruhi pemerintahan kota hingga inisiatif tingkat mikro, seperti pembangunan yang berorientasi kepada transportasi yang mengubah pola pembangunan transportasi secara radikal dengan daerah tetangga atau sekitarnya.


Integrasi KA-busway

Penerapan sistem yang terintegrasi juga kerap dilontarkan oleh pejabat pemerintahan Republik Indonesia.

Misalnya, Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono mengatakan, rencana pengintegrasian sistem tiket antara kereta api dan busway guna memadukan kedua moda transportasi tersebut diperkirakan bakal terealisasi pada tahun 2014.

"Integrasi ticketing pada 2014 akan berjalan," kata Bambang Susantono dalam diskusi "Perlukah Desk Transportasi Untuk Mengurai Kemacetan" di Jakarta, Kamis (31/10).

Menurut dia, integrasi tersebut diharapkan dapat berjalan pada tahun 2014 mendatang karena cepatnya kecepatan pengintegrasian sistem pertiketan yang dilakukan oleh PT KAI.

Hal itu, ujar dia, tinggal dilanjutkan dengan mengawinkan sistem yang telah dijalankan KAI untuk secara bersama-sama dipadukan dengan sistem busway dalam moda transportasi Jabodetabek.

Selain integrasi tiket, ia juga mengutarakan harapannya agar pada 2014 mendatang juga terdapat sinkronisasi berbagai rute bus pemandu ("feeder") di kawasan Jabodetabek.

Wamenhub juga memiliki keinginan untuk mewujudkan transportasi multimoda di seluruh wilayah Indonesia baik di daerah perkotaan maupun wilayah perdesaan.

"Yang paling penting di Kemenhub adalah mewujudkan platform multimoda yang kuat," kata Bambang Susantono.

Menurut Bambang, pada saat ini masih belum terlihat integrasi transportasi multimoda yang kuat karena setiap jenis moda transportasi baik di darat, laut, udara, maupun kereta, cenderung berjalan sendiri-sendiri.

Wamenhub juga menginginkan pembangunan transportasi yang inklusif yang mencakup semua wilayah baik kota maupun desa serta baik sektoral maupun multisektoral.

Apalagi, ujar dia, pada 2014 bakal menjadi tahun politik sehingga hal tersebut juga harus menjadi kesempatan guna melakukan perubahan di bidang transportasi massal.

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan berencana membentuk "desk" transportasi perkotaan yang bersifat multimoda karena jenis angkutan itu dinilai sangat beragam mulai berbasis jalan, rel kereta, hingga sungai.

"Desk ini akan berfungsi untuk fasilitasi, asistensi, koordinasi dan sinkronisasi berbagai masalah yang berkaitan dengan transportasi perkotaan yang sifatnya antarmoda," kata Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono dalam seminar "Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Transportasi" di Jakarta, Rabu (25/9).

Bambang Susantono mengingatkan, kota-kota di Indonesia dihadapkan pada kondisi terbatasnya layanan angkutan umum dan pertambahan kendaraan pribadi yang sangat pesat.

Untuk itu, ujar dia, harus dimulai langkah-langkah yang sistematis untuk mengurangi ketergantungan kita bersama kepada kendaraan pribadi dalam mobilitas warga.

"Revitalisasi angkutan umum perkotaan dan pengendalian kendaraan pribadi di pusat kota harus dilaksanakan secara terintegrasi," katanya.



Pajak infrastruktur

Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri Indonesia mengusulkan terobosan untuk menerapkan pengenaan pajak infrastruktur yang dapat digunakan guna mengembangkan jaringan transportasi yang lebih baik di Tanah Air.

"Pajak infrastruktur ini nantinya ditanggung oleh pemilik kendaraan dan dananya digunakan untuk membangun jalan dalam rangka mengatasi kemacetan lalu lintas," kata Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto dalam perhelatan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kadin 2013 yang diselenggarakan di Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu (2/11).

Menurut dia, hal tersebut merupakan terobosan dan hasil pemikiran anggota Kadin untuk menyikapi persoalan infrastruktur dan kemacetan lalu lintas.

Apalagi, lanjutnya, kemacetan lalu lintas dinilai juga tidak hanya terjadi di Jakarta tetapi juga merambah kota-kota besar lainnya di Indonesia.

Suryo menegaskan, kondisi kemacetan sekarang ini sudah mengganggu aktivitas dunia usaha dan dicemaskan akan mengganggu Indonesia sebagai salah satu tujuan investasi yang menarik.

Ia berpendapat, jaringan jalan yang dibutuhkan adalah jalan bertingkat yang memang memerlukan keterlibatan masif antara lain dari dunia usaha swasta untuk ikut membiayai.

Dalam rangka peningkatan logistik, Kadin mengusulkan agar Indonesia memberi prioritas pada peningkatan sarana transportasi baik di darat maupun di laut. "Pada prinsipnya Indonesia sudah waktunya untuk meningkatakan kapasitas dan efisiensi transportasi darat," katanya.

Kementerian Perhubungan menginginkan moda transportasi massal "bus rapid transit" dapat diimpelementasikan di seluruh ibu kota provinsi di Indonesia pada akhir 2014.

"Kementerian Perhubungan mengharapkan pada akhir 2014, semua ibu kota propinsi di Indonesia sudah menerapkan pelayanan BRT untuk angkutan perkotaan di wilayah mereka," kata Direktur Bina Sistem Transportasi Perkotaan Kemenhub Djoko Sasono.

Diperkirakan baru terdapat sekitar 10 ibu kota provinsi yang tersebar di berbagai pulau di Tanah Air yang telah menerapkan BRT sehingga diharapkan dapat lebih banyak lagi ibu kota provinsi yang juga menggunakannya.

Namun di beberapa ibu kota, Djoko mengakui bahwa sejumlah BRT belum terselenggara secara penuh antara lain karena terdapat keterbatasan infrastruktur seperti belum memiliki jalur sendiri seperti halnya Transjakarta di wilayah DKI Jakarta.

Di era Gubernur Joko Widodo, DKI Jakarta juga mengumumkan pembangunan MRT yang pertama di Indonesia sebagai salah satu moda transportasi untuk mengatasi macet.

Impian tersebut tentu saja diharapkan tidak hanya berhenti di ibukota tetapi juga menular ke berbagai daerah lainnya untuk mewujudkan moda transportasi yang terintegrasi menuju Indonesia yang bebas macet.

Oleh Muhammad Razi Rahman
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013