Jakarta (ANTARA) - Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menyita aset berupa tanah seluas 2.597 meter persegi milik mantan Kepala Kantor Bea Cukai Makassar Andhi Pramono selaku terdakwa penerimaan gratifikasi, yang berlokasi di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menerangkan penyitaan tersebut dilakukan sebagai bagian dari penyidikan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap Andhi Pramono.
"Dalam upaya mengungkap dan menelusuri aliran uang dari tersangka AP yang kemudian digunakan untuk mengaburkan asal usul penerimaannya, tim penyidik kembali menemukan aset bernilai ekonomis lainnya berupa tanah dengan luas 2.597 meter persegi yang terletak di Desa Kenten Laut, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan," kata Ali saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Tim penyidik selanjutnya melakukan penyitaan dan pemasangan papan pengumuman sita di lokasi tersebut.
Baca juga: Andhi Pramono divonis 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar
Juru bicara KPK berlatar belakang jaksa itu mengatakan pengumpulan alat bukti serta pencarian aset-aset lainnya masih terus berlanjut dalam upaya melengkapi berkas penyidikan dugaan perkara TPPU terhadap Andhi Pramono.
Mantan Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar, Sulawesi Selatan, Andhi Pramono divonis pidana 10 tahun penjara dalam kasus penerimaan gratifikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan.
Andhi Pramono juga dijatuhi pidana denda Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.
"Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Andhi Pramono dengan pidana penjara selama 10 tahun," kata Hakim Ketua Djuyamto dalam sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (1/4).
Baca juga: Andhi Pramono ajukan banding atas vonis 10 tahun penjara
Majelis hakim menyatakan Andhi Pramono terbukti menerima gratifikasi dan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
"Menyatakan terdakwa Andhi Pramono telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan penuntut umum," kata Djuyamto.
Dalam menjatuhkan putusan, majelis hakim mempertimbangkan hal memberatkan bahwa perbuatan Andhi Pramono telah mengurangi kepercayaan publik atau masyarakat terhadap institusi tempat dia bekerja. Selain itu, Andhi juga tidak mengakui perbuatannya.
"Terdakwa tidak membantu program pemerintah dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi," imbuh Djuyamto.
Baca juga: KPK sita tanah 5.911 M2 milik Andhi Pramono di Kepulauan Riau
Sementara itu, hal-hal meringankan yang turut dipertimbangkan, antara lain, Andhi Pramono berlaku sopan di persidangan dan belum pernah dihukum sebelumnya.
Pada perkara ini, Andhi Pramono terbukti menerima gratifikasi dengan total sejumlah Rp58,9 miliar dari sejumlah pihak saat ia menjabat sejumlah posisi strategis di Ditjen Bea dan Cukai.
Jumlah tersebut terdiri atas mata uang rupiah maupun mata uang asing, yakni Rp50.286.275.189,79, kemudian 264,500 dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp3.800.871.000,00, serta 409,000 dolar Singapura atau setara dengan Rp4.886.970.000,00.
Vonis majelis hakim lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya, ia dituntut 10 tahun dan tiga bulan penjara serta denda Rp1 miliar subsider enam bulan.
Baca juga: Andhi Pramono akui pakai rekening petugas kebersihan untuk transaksi
Baca juga: JPU: Setoran Rp20 miliar ke rekening Andhi Pramono tak ada identitas
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2024