Yogyakarta (ANTARA News) - Dua kali gempa berkekuatan 3,7 dan 2,8 Skala Richter (SR) yang mengguncang Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Sabtu sekira pukul 00.40 WIB dan 04.14 WIB membuat warga di sejumlah tempat di kawasan itu terbangun dan panik lari ke luar rumah. Menurut Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Yogyakarta, Tiar Prasetyo, pusat gempa susulan pertama terletak di sebelah timur Desa Prambanan, Kabupaten Sleman atau 7,64 Lintang Selatan dan 110 Bujur Timur dengan kedalaman 10 hingga 15 km, sehingga mengakibatkan getaran terasakan mencapai 2 MMI. "Sedangkan, yang kedua berpusat di Desa Kretek, Kabupaten Bantul," katanya. Ia mengemukakan, pusat gempa susulan pertama di Desa Prambanan terletak di ujung patahan Opak-Oya yang memanjang dari selatan DIY dan berbelok ke arah timur. Oleh karena itu, menurut dia, pusat gempa susulan tersebut masih menjadi serangkaian dengan gempa yang terjadi di Bantul sebelumnya. "Gempa sebelumnya terkonsentrasi di Bantul, ini masih satu rentetan. Di Bantul sudah mulai berhenti, sekarang ganti di sebelah timur karena reaktivasi patahan," sambungnya. Hanya saja, ia tidak dapat memastikan apakah kondisi patahan yang berada di wilayah Bantul sudah stabil. Akibat reaktivasi patahan tersebut, menurut perhitungannya, saat ini wilayah timur utara DIY akan sering dilanda gempa, meskipun berkekuatan di bawah dua SR. Bahkan, sejak tiga hari terakhir wilayah Maguwo dan Berbah diguncang gempa. Heri, warga Kaliajir, Kalitirto, Berbah, DIY, mengatakan bahwa akibat gempa yang terjadi pada pukul 00.40 WIB warga setempat banyak yang terbangun dan panik berlarian keluar rumah, apalagi sebelum gempa terdengar bunyi dentuman keras. "Setelah itu, banyak warga yang tidak berani tidur lagi," katanya. Menurut dia, pada 16 Agustus malam, warga setempat yang sedang melakukan tirakatan juga mendadak berlarian saat gempa kecil mengguncang desa mereka. "Panitia harus menenangkan warga agar tidak panik dan kembali melakukan tirakatan, dan sejak itu sampai sekarang warga belum berani tidur di dalam rumah, mereka memilih tidur di teras," tambahnya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006