Jakarta (ANTARA) - Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan masyarakat harus menyerahkan proses sengketa pemilu kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

"Berdemokrasi itu juga mempercayai lembaga negara yang diamanahi untuk memutus perkara itu," kata dia saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Wapres harap dinamika sidang sengketa pemilu di MK berjalan baik

Menurut Ujang, menggelar demonstrasi untuk menolak hasil pemilu juga bagian dari budaya demokrasi.

Namun demikian, kata dia, penolakan tersebut seharusnya dilancarkan melalui fasilitas hukum yang sudah disediakan yakni lewat MK ataupun Bawaslu.

Ujang pun meyakini MK saat ini semakin transparan dan independen dalam menjalankan persidangan sengketa pemilu.

Baca juga: Wapres tak permasalahkan empat menteri bakal dipanggil MK

Pasalnya, kata dia, seluruh gerak gerik persidangan sudah disiarkan secara terbuka, sehingga masyarakat bisa melakukan kontrol secara langsung.

Kondisi ini, menurut Ujang, juga harus dimanfaatkan MK untuk membuktikan netralitas dan independensinya setelah sebelumnya menerima cap buruk karena salah satu hakim melanggar kode etik.

"Kalau ada masalah etik, ya itu kan bisa diperbaiki. Kita berikan kesempatan ke MK untuk memutus seadil-adilnya,” ujar Ujang.

Dia juga berharap apapun keputusan MK di akhir sidang nanti dapat diterima oleh seluruh masyarakat, bukan justru menggelar aksi penolakan dengan berdemo secara anarkis.

"Apapun hasil sidang MK maka harus diterima dengan jiwa besar dan hormati sebagai putusan final dan mengikat. Karena kontestasi itu ada kalah dan menang,” kata Ujang.

Untuk diketahui, hingga hari ini sidang sengketa pemilu di MK masih berlangsung dengan agenda pemeriksaan saksi.

Tim hukum TPN Ganjar-Mahfud menghadirkan sembilan ahli dan 10 saksi fakta dalam sidang pembuktian pemohon yang agendakan mendengarkan keterangan ahli dan saksi pemohon serta pengesahan alat bukti tambahan pemohon.

Sembilan ahli yang dihadirkan adalah I Gusti Putu Artha, Suharko, Aan Eko Widiarto, Charles Simabura, Didin Damanhuri, Hamdi Muluk, Leony Lidya, dan Risa Permana Deli, dan Franz Magnis-Suseno.

Sedangkan 10 saksi yang dihadirkan adalah Dadan Aulia Rahman, Endah Subekti Kuntariningsih, Fahmi Rosyidi, Hairul Anas Suaidi, Memed Alijaya, Mufti Ahmad, Maruli Manogang Purba, Sunandi Hartoro, Suprapto, Nendy Sukma Wartono.

Baca juga: Pengamat: Usulan Kapolri jadi saksi di MK tergantung kebutuhan hakim
Baca juga: Dini sebut menteri tak perlu izin presiden untuk penuhi panggilan MK

Pewarta: Walda Marison
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024