Hamdan itu mengingkari fakta dan memaksakan saksi serta surat yang dijadikan dasar putusan terutama di kabupaten Dogiyai, Papua, yang menjadi dasar surat rekayasa dan palsu kemudian memutuskan pihak yang kalah dimenangkan ..."
Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah mantan calon bupati dan walikota yang pernah mengajukan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) di Mahkamah Konstitusi meminta agar mantan Ketua MK Akil Mochtar membongkar mafia putusan.

"Kami datang kepada beliau dan meminta beliau untuk mengungkap mafia putusan MK," kata koordinator Forum Korban Putusan MK Berdaulat Ahmad Suryono di gedung KPK Jakarta, Selasa.

Forum tersebut terdiri dari sejumlah para calon pemimpin daerah di kota Palembang, kabupaten Empat Lawang, kabupaten Banyuasin, kabupaten Dogiyai, kabupaten Paniai Papua, dan kota kediri serta kabupaten Kotawaringin Barat.

"Kami bukan hanya melaporkan ke KPK tapi juga ke Bareskrim Polri," tambah Suryono.

Ia mengatakan ada dua paket hakim panel yang dilaporkan, pertama adalah paket Akil Mochtar, Maria Farida Indrati dan Anwar Usman dan kedua Akil Hochtar, Hamdan Zoelfa dan Muhammad Alim.

"Jadi di dalam laporannya ada dua paket, paket Pak Akil sebelum menjadi ketua MK dan paket Pak Akil setelah menjadi ketua MK," ungkap Suryono.

Ia juga menjelaskan dugaan keterlibatan Hamdan Zoelfa yang saat ini menjadi ketua MK.

"Hamdan itu mengingkari fakta dan memaksakan saksi serta surat yang dijadikan dasar putusan terutama di kabupaten Dogiyai, Papua, yang menjadi dasar surat rekayasa dan palsu kemudian memutuskan pihak yang kalah dimenangkan dengan selisih 7.000 suara," tambah Suryono.

Artinya, pihaknya meyakini bahwa putusan MK tersebut merupakan hasil tindakan sistemik, terstruktur dan masif.

"Kami menemukan indikasi melibatkan satu partai politik, itu terkait Partai Golkar," jelas Suryono.

Suryono pun menyebut nama Muchtar Effendi yang menjadi penghubung antara Akil dan para calon pemimpin daerah yang mengajukan perkara ke MK.

"Di Sumatera itu agennya Pak Muchtar Effendi, tiap wilayah itu agennya berbeda-beda," tambah Suryono.

Muchtar sendiri sudah pernah diperiksa KPK.

Mantan calon bupati Banyuasin Hazuar Bidui mengaku pernah bertemu Muchtar Effendi selaku orang suruhan Akil di Hotel Aryaduta Palembang pada 21 Juni 2013 untuk membicarakan "deal" pemenangan perkara di MK.

"Saya bertemu Muchtar di Hotel Aryaduta Palembang bicara soal calon bupati Banyuasin. Saya diminta Rp20 miliar karena saya ada di pihak yang kalah jadi lebih mahal," kata Hazuar.

Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pengurusan pilkada di kota Palembang dan kabupaten Empat Lawang, Akil disangkakan pasal 12 huruf B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Hal itu berdasarkan penemuan uang Rp2,7 miliar di rumah dinas Akil Mochtar.

Akil sebelumnya juga diduga menerima hadiah terkait pengurusan sengketa pilkada MK di kabupaten Gunung Mas dan Lebak dan disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 6 ayat 2 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang hakim yang menerima hadiah.

Selanjutnya Akil juga dikenakan pasal tindak pidana pencucian uang berdasarkan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 atau pasal 6 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang TPPU sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang TPPU Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. (D017/I007)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013