Bogor (ANTARA News) - Teknologi "biocrete" atau pengembangan tambak di lahan pasir hasil temuan Dr Ir Bambang Widigdo, peneliti Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB) meraih Penghargaan Terbaik Nasional Bidang Kreasi Teknologi Unggulan 2006, yang digelar Departemen Perindustrian (Deperin) Republik Indonesia. Bambang Widigdo didampingi Dekan FPIK-IPB, Dr Ir Kadarwan Soewardim, di Bogor, Senin (21/8) mengemukakan bahwa penelitian inovasinya itu muncul karena khawatir akan rusaknya hutan mangrove (bakau) di sekitar tambak udang. Pasalnya, pada tahun 1987 - 1988 di saat produksi udang semakin meningkat, bersamaan dengan itu terjadi penyempitan hutan mangrove karena digunakan untuk tambak udang. "Untuk itu, kita harus mencari alternatif teknologi yang tidak menggunakan lahan mangrove, tapi bisa menghasilkan udang seperti di lahan mengrove," katanya. Atas dasar itu, ia bersama Dr Kadarwan Soewardi terdorong melakukan penelitian yang kemudian diberi judul "Teknologi Biocrete Memungkinkan Mengembangkan Tambak Udang di Lahan Pasir". Pada prinsipnya, kata dia, penemuan ini berhubungan dengan metoda untuk membangun kolam budidaya dengan media air, akan tetapi dengan menggunakan teknologi biocrete. Jenis temuan tersebut, kata dia, sangat berbeda dengan metoda pada umumnya yang mengunakan tanah liat sebagai lapisan dinding kolam untuk menghindari kebocoran air. Ia mengungkapkan, perbedaan yang sangat dominan diantaranya, dinding kolam bukan dilapisi dengan batako atau batu bata namun menggunakan campuran plastik, anyaman bambu, ijuk dan semen. Untuk dasar kolam menggunakan media plastik, serta metode pembuangan limbah yang lubang pembuangnya berada di atas permukaan tanah, sehingga mempermudah pemanenan. "Dasar kolam dengan media plastik ini bertujuan agar dapat menghindari kerugian akibat terkumpulnya lapisan lumpur pada permukaan dasar kolam yang menciptakan media pembiakan virus dan gangguan lain yang merusak budidaya udang," katanya. Ia mengatakan, ada beberapa keunggulan dengan menggunakan teknologi biocrete ini. Diantaranya, dapat memanfaatkan 80 persen luas efektif kawasan untuk petak tambak, sedang tambak tanah maksimum hanya 60 persen. Untuk masa satu tahun, bisa tiga musim tanam (MT), sedang tambak tanah maksimum dua MT/tahun, dan produktivitas lahan bisa lebih tinggi dari tambak tanah. Tambak biocrete dapat mencapai 7-8 ton/ha udang windu, sedang tambak tanah 5-6 ton/ha. Persiapan jauh lebih pendek (maksimal 1 minggu) dan lebih murah, sedangkan pada tambak tanah bisa tiga bulan sehingga perawatan lebih mudah dan efisien, disamping udang hasil panen lebih bersih dan kualitasnya lebih baik. "Pasar Eropa menghendaki udang diproduksi dari sistem tambak yang tidak merusak lingkungan," katanya merujuk pentingnya hasil tambak udang dengan teknologi biocrete, yang dapat memenuhi standar ekspor dimaksud. Lebih lanjut, Bambang Widigdo mengatakan, dengan teknologi biocrete dasar tambak dapat terjaga dalam keadaan bersih dan nyaman untuk udang hidup. Sementara dari segi sanitasi, tambak biocrete lebih steril dari tambak tanah, karena jika dijemur tambak pasir dapat mencapai suhu 80-90 derajat celcius sehingga jika dijemur selama tiga sampai empat hari, semua bakteri pathogen yang dapat menyebabkan penyakit akan mati, seperti "Vibrio parachemotilicus" , "v.vularificus", "salmonela", dan lainnya. Malahan juga tahan gempa. Inovasi hasil risetnya itu juga telah didaftarkan patennya ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan HAM dengan nomor ID 0 009 839, sedangkan pengusul jenis invensinya tersebut adalah Kantor Hak Kekayaan Intelektual IPB (HKI) IPB). Hasil penemuannya itu, kini sudah dimanfaatkan oleh Balai Penelitian Perikanan Pantai Situbondo (Jatim), Badan Penerapan dan Pengembangan Teknologi, PT Triasta Citarate, Desa Gunung Batu, Sukabumi (Jabar) dan Djayanti Group di Pulau Seram dan Maluku, dan Propinsi Nangroe Aceh Darusalam (NAD). Sementara itu, Rektor IPB, Prof Dr Ahmad Ansori Matjjik, MSc saat diminta komentarnya atas penghargaan yang diraih staf pengajar FPIK-IPB itu menyatakan bangga dan bersyukur atas prestasi tersebut. "Alhamdulillah kita bisa masuk (terbaik) nasional, mudah-mudahan ini menjadi pemicu dosen lain supaya lebih berprestasi. Harapan saya, ini tidak hanya sekali, sehingga ke depannya akan mengangkat citra pertanian dan perikanan secara keseluruhan menjadi lebih baik," kata Ahmad Ansori Mattjik. (*)

Copyright © ANTARA 2006