OIKN mengidentifikasi tujuh wilayah di IKN dan sekitarnya yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi,
Jakarta (ANTARA) - Salah satu pilar utama dalam konsep pembangunan Ibu Kota Nusantara adalah harmoni antara kemajuan infrastruktur dengan kelestarian lingkungan hidup, khususnya keanekaragaman hayati.

Ini karena Nusantara mewarisi kekayaan alam dari Indonesia dan Pulau Kalimantan. IKN merupakan salah satu wilayah dengan keanekaragaman hayati terkaya di Indonesia, dengan tingkat endemisitas tinggi. Ini berarti terdapat banyak spesies yang hanya dapat ditemukan di IKN dan tidak ditemukan di tempat-tempat lain di dunia.

Berdasarkan data Otorita IKN, tercatat 3.889 spesies yang diindikasikan terdapat dalam radius 50 km dari wilayah tersebut. Spesies ini meliputi mamalia, burung, reptil, amfibi, ikan, tumbuhan, serangga, dan arakhnida.

Sayangnya, data International Union for Conservation of Nature (IUCN) menunjukkan bahwa 440 spesies atau 11,8 persen dari total spesies yang teridentifikasi berstatus rentan, kritis, serta terancam punah dan dibutuhkan upaya konservasi.

Kondisi ini tak lepas dari berbagai permasalahan lingkungan yang terjadi sebelum pembangunan IKN dimulai. Deforestasi akibat penebangan liar, kebakaran hutan, pertambangan ilegal, perluasan perkebunan kelapa sawit, dan perambahan hutan telah banyak mengubah wajah hutan Kalimantan.

Citra satelit yang dirilis Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) pun menjadi bukti nyata berkurangnya tutupan hutan di wilayah IKN.

Citra satelit menunjukkan bahwa pada April 2022, kawasan hutan di IKN masih terbilang lebat, sedangkan pada Februari 2024, terlihat adanya penebangan hutan di beberapa area.

Deputi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam OIKN, Myrna Safitri, mengakui bahwa kondisi hutan lindung IKN saat ini jauh dari ideal. Konversi besar-besaran dalam beberapa dekade terakhir -- jauh sebelum pembangunan IKN-- telah mengubah wajah hutan.

Ia menyebutkan bahwa tutupan hutan sekunder di IKN saat ini hanya sekitar 16 persen dari total 256.142 hektare luas kawasan IKN sehingga diperlukan upaya reforestasi setidaknya seluas 120.000 hektare hingga tahun 2045.

Myrna mengatakan pembangunan Ibu Kota Nusantara sebagai kota hutan akan mengedepankan kelestarian alam dan perlindungan keanekaragaman hayati. Upaya pemulihan ekosistem juga akan dilakukan untuk mengembalikan kejayaan hutan tropis Kalimantan.

Salah satu langkah yang dilakukan adalah meluncurkan Rencana Pengelolaan Keanekaragaman Hayati yang akan dijadikan sebagai peta jalan dalam pembangunan IKN yang tetap mengedepankan kelestarian alam dan mencegah kepunahan spesies di wilayah IKN.

Rencana Pengelolaan Keanekaragaman Hayati OIKN yang diluncurkan pada 26 Maret 2024 itu disusun melalui diskusi dengan para ahli, akademisi, lembaga swadaya lokal, nasional, dan lembaga internasional.

Dokumen tersebut memuat beberapa poin penting rencana pembangunan IKN, antara lain, mempertahankan ekosistem hutan dan lahan basah yang tersisa, pelestarian habitat, perlindungan spesies, dan upaya restorasi.

Rencana Pengelolaan Keanekaragaman Hayati di IKN ini akan diimplementasikan dalam kurun waktu 5 tahun (2024-2029).


Keanekaragaman hayati di IKN

OIKN mengidentifikasi tujuh wilayah di IKN dan sekitarnya yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi. Wilayah tersebut meliputi Bentang Alam Gunung Beratus, Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Teluk Balikpapan, Hutan Lindung Sungai Wain, Samboja Lestari, Muara Jawa, dan Gunung Parung.

Hutan Lindung Sungai Wain adalah kawasan hutan dataran rendah seluas sekitar 10.000 hektare yang berada dalam wilayah administrasi Balikpapan dan berbatasan dengan IKN. Hutan lindung ini berisi hutan primer yang dikelilingi oleh hutan yang sedikit terdegradasi akibat kebakaran hutan pada masa lalu.

Jenis fauna yang ditemui di Hutan Lindung Sungai Wain dalam periode 2016-2022 ada 42 jenis mamalia, 21 jenis burung, dan empat jenis reptil. Spesies ini di antaranya paok kepala biru, kengkareng hitam, jucing merah, dan beruang madu.

Teluk Balikpapan memiliki permukaan air sekitar 120 km dengan lebar maksimum 7 km dan garis pantai di dalam teluk sebagian besar ditumbuhi bakau. Teluk Balikpapan menjadi habitat bagi buaya muara, penyu hijau, gugong, dan pesut mahakam.

Kemudian, Gunung Parung terletak di bagian barat IKN berdekatan dengan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP). Wilayah ini merupakan kawasan hutan yang membentang dari kawasan konsesi hutan produksi hingga Pengunungan Meratus.

Terdapat berbagai spesies yang dilindungi, seperti lutung merah, elang bondol, bekantan, dan cangak merah.

Taman Hutan Raya Bukit Soeharto atau Tahura memiliki luas sekitar 64 hektare yang merupakan hutan konservasi yang ada di wilayah IKN. Menurut data OIKN, saat ini tutupan lahan terdiri dari kurang lebih 57 persen area berhutan dan sisanya berupa aktivitas ilegal pemanfaatan lahan seperti perkebunan, pertambangan, dan bangunan.

Tahura merupakan habitat bagi macan dahan, buaya muara, rangkok badak, dan owa kalawat.

Selanjutnya, Muara Jawa dulunya merupakan hutan bakau yang mampu menunjang kehidupan berbagai flora dan fauna seperti kepiting bakau, udang, ikan, primata, dan buaya.

Beberapa fauna yang ditemui di Muara Jawa, antara lain, codot kawar, bajing tiga warna, bekantan, dan cekakak sungai.

Sementara itu, Samboja Lestari merupakan kawasan dengan luas sekitar 1.852 hektare yang dikelola oleh Yayasan Borneo Orang Utan Survival Foundation (BOSF). Wilayah ini adalah pusat rehabilitasi bagi beberapa spesies seperti orang utan dan beruang madu.

Kawasan ini juga menjadi rumah bagi gajahan  timur, katak pohon harlequin, owa kalawat, dan lutung merah.

Menyadari tingginya nilai keanekaragaman hayati dan tantangan yang ada, Otorita IKN berupaya keras untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Berbagai langkah strategis telah dicanangkan dalam Rencana Induk Pengelolaan Keanekaragaman Hayati.

Dalam upaya untuk mengembalikan fungsi ekologis hutan Kalimantan, Direktur Pengembangan Pemanfaatan Kehutanan dan Sumber Daya Air Otorita IKN, Pungky Widiaryanto, menyatakan bahwa OIKN akan mendedikasikan 65 persen wilayah IKN sebagai kawasan lindung. Ini mencakup 40.000 hektare untuk hutan sekunder, 2.000 hektare untuk hutan bakau, 55.000 hektare untuk hutan tanaman industri/monokultur, dan 80.000 hektare untuk pertanian, pertambangan, dan perkebunan kelapa sawit. Sementara itu, 25 persen didedikasikan untuk pembangunan infrastruktur di IKN, dan 10 persen sisanya untuk kawasan pertanian.

Selain mengembalikan fungsi ekologis hutan, harmoni antara manusia dan satwa liar di sekitar kawasan IKN juga menjadi hal yang harus perhatikan. Pungky mengatakan bahwa pihaknya telah merancang langkah-langkah untuk mencegah terjadinya konflik antara manusia dan satwa liar di ibu kota negara baru di Kalimantan Timur.

 

Harmoni dengan alam

Mempertimbangkan keberadaan habitat alami satwa liar di kawasan-kawasan tersebut dan potensi mereka bertemu dengan manusia, OIKN berencana membangun hutan penyangga (buffer zone) di pinggiran kota.

Hutan penyangga ini nantinya akan ditanami pepohonan khusus yang berfungsi sebagai penghalang alami bagi satwa liar agar tidak memasuki area permukiman.

Buffer ini bisa berfungsi untuk menghalau hewan-hewan liar yang berpotensi konflik dengan manusia, agar tidak lari ke kota,” ujar Pungky.

Upaya untuk menjaga habitat satwa liar di kawasan Ibu Kota Nusantara juga menjadi perhatian otorita. Salah satu yang menjadi perhatian utama adalah memastikan satwa liar dapat melintasi kawasan IKN dengan aman.

Salah satunya adalah dengan membangun jalur khusus penyeberangan satwa, baik jalur bawah tanah (underpass) maupun di atas jalan (overpass).

Jalur-jalur ini akan membantu satwa-satwa liar melintasi area pembangunan IKN tanpa terancam keselamatannya. Jalur ini juga memungkinkan mereka untuk tetap bisa berpindah tempat untuk mencari makan dan berkembang biak.

“Kami mengidentifikasi jalur-jalur yang diduga dilalui satwa. Kami akan membangun koridor buatan yang disesuaikan dengan habitat satwanya. Apabila satwanya berjalan di atas berarti koridornya overpass, apabila satwanya berada di bawah underpass,” ujar Pungky.

Sebagai langkah antisipasi terjadinya konflik antara manusia dan satwa liar, OIKN bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga akan membentuk tim penyelamat khusus menangani konflik tersebut.

Pada akhirnya, pembangunan IKN bukan hanya tentang membangun infrastruktur dan memindahkan pusat pemerintahan. Lebih dari itu, IKN adalah tentang pembangunan masa depan berkelanjutan, yang tidak hanya menciptakan kota yang modern, tetapi juga mampu melindungi dan mengelola keanekaragaman hayati di sekitarnya.

Kolaborasi OIKN, Pemerintah, akademikus,  pegiat lingkungan, dan masyarakat luas sangat diperlukan untuk mengawasi dan memastikan terlaksananya rencana pengelolaan keanekaragaman hayati dalam pembangunan IKN.

 

 

 

 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024