Jerusalem (ANTARA News) - PM Israel Ehud Olmert Senin menolak usul-usul dari dalam kabinetnya agar Israel berunding dengan Suriah, dan mengatakan perundingan perdamaian bisa dilakukan hanya jika Damaskus menghentikan dukungan pada kelompok-kelompok seperti Hizbullah. Komentar-komentar Olmert itu menyusul pernyataan dua menteri kabinet yang mengisyaratkan Israel sebaiknya memulai kembali dialog dengan salah satu dari musuh-musuh besar Arabnya sehubungan dengan perang di Lebanon. Sejumlah pengamat mengatakan Olmert mungkin menghidupkan kembali perundingan perdamaian dengan Suriah untuk menetapkan kembali agenda pemerintahnya menyusul kecaman dalam negeri menyangkut serangan terhadap Hizbullah dan penyusunan rencananya untuk membuat bentuk baru Tepi Barat yang diduduki. Banyak warga Israel menganggap perang 34 hari di Lebanon sebagai kegagalan karena tindakan itu tidak berhasil menghancurkan Hizbullah, yang didukung Suriah dan Iran. Gencatan senjata berlaku sepekan lalu. Tapi Olmert mengemukakan kepada para pejabat di Israel utara, yang dihantam oleh hampir 4.000 roket Hizbullah dalam perang itu, bahwa tidak akan ada perundingan sebelum Damaskus mengambil "langkah paling mendasar untuk mewujudkan satu landasan riil bagi perundingan-perundingan seperti itu". "Apabila Suriah menghentikan dukungannya pada teror... apabila Suriah mnenghentikan pemasokan senjata kepada mereka yang menggunakannya untuk menyerang warga dan serdadu Israel, kita tentu dengan senang hati akan melakukan perundingan dengan negara itu," kata Olmert dikutip Reuters. Perundingan-perundingan itu bisa "barangkali mempercepat sejumlah pengaturan yang akan membawa suasana yang sedikit lebih tenang dan stabilitas di wilayah kita," kata Olmert. Perundingan babak terakhir antara Israel dan Suriah hampir mencapai kesepakatan, tetapi akhirnya tenggelam tahun 2000, sebagian besar menyangkut siapa yang menguasai pantai timur Laut Galilee dengan imbalan Dataran Tinggi Golan yang diduduki diserahkan kepada Suriah. Israel menduduki Datar Tinggi Golan dalam Perang Timur Tengah tahun 1967. Presiden Suriah Bashar al Assad pekan lalu mengatakan Israel harus mengembalikan tanah Arab yang didudukinya dalam perang tahun 1967 atau menghadapi ketidakamanan yang meningkat. Menteri Keamanan Publik Avi Dichter Senin mengatakan Israel seyogyanya ingin menyerahkan Dataran Tinggi Golan dengan imbalan bagi satu perjanjian perdamaian dengan Suriah. Menteri Pertahanan Amir Peretz pekan lalu mengatakan pemerintah harus menentukan syarat bagi dialog. Sejumlah pengamat mengatakan Olmert perlu menetapkan kembali visi pemerintahnya setelah meraih kemenangan dalam pemilu tahun ini tentang program penyerahan secara sepihak Tepi Barat dan menetapkan perbatasan akhir dengan Palestina tanpa satu perjanjian perdamaian. Menlu Tzipi Livni baru-baru ini membentuk satu komite untuk membahas masalah-masalah Suriah. Tetapi kementerian itu membantah berita ini bahwa tidak ada yang dilakukan menyangkut perundingan-perundingan. Eyal Zisser, seorang pakar Israel mengenai Suriah, mengatakan ia meragukan negara Yahudi itu akan melakukan satu prakarsa terhadap Damaskus kendatipun Suriah mendukung Hizblullah dan juga menampung para pemimpin kelompok Hamas Palestina di pengasingan, yang berusaha untuk menghancurkan Israel.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006