Kendari (ANTARA) - Beberapa umat Muslim menyambut Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran dengan suasana berbeda. Kalau bisanya masyarakat merayakan Idul Fitri di rumah bersama keluarga besar, para narapidana Muslim di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kendari justru menikmati hari kemenangan itu jauh dari keluarga.

Pada momen haru tersebut, beberapa narapidana menyambut Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah/2024 M dengan penuh haru, saat khatib membacakan khutbah di atas mimbar.
"Sedih saja, saat-saat lebaran seperti ini tidak bisa sama-sama keluarga," ucap Adnan, salah seorang narapidana Lapas Kelas IIA Kendari saat ditemui ANTARA di Kendari, Rabu.

Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, Adnan yang merasakan perayaan Hari Raya Idul Fitri pertama kali di lapas itu harus melaksanakan ibadah shalat id tanpa ditemani oleh keluarga ataupun kerabat, karena harus menjalani konsekuensi atas kesalahan yang ia perbuat, sehingga harus diberi hukuman untuk menjalani kehidupan beberapa tahun di dalam Lapas Kelas IIA Kendari.

Berbeda dengan itu, salah seorang narapidana kasus narkoba bernama Muhammad Eko Prianto (28), yang menyambut hari kemenangan umat Muslim dengan suasana hati yang ceria.

Narapidana itu mengaku sangat banyak memetik hikmah saat menjalani hukuman di Lapas Kendari. Dengan ditahannya dia di dalam Lapas Kelas IIA Kendari, Eko bisa menjalani kehidupan yang berbanding terbalik dengan kehidupannya yang kelam, sewaktu masih bebas berkeliaran di luar lapas.

Sejak tiga tahun silam, Eko mulai mempelajari agama islam, dimulai dengan belajar mengaji dari metode Iqra, kemudian berlanjut ke setiap juz, hingga ilmu tajwid dari guru santri di Masjid Lapas Kelas IIA Kendari.

Dia bercerita, waktu hidup di luar lapas, sama sekali tidak bisa mengaji. Justriu di dalam lapas, dia mulai rajin belajar mengaji di masjid di dalam lapas.

Bahkan, kini Eko, perlahan mulai menghafal Al Quran sebagai pengisi waktu kosongnya, selama menjalani hukuman di Lapas Kendari. Saat ini, dia telah berhasil menghafal beberapa juz Al Quran, yakni Juz 28, 29, dan Juz 30.

Eko memetik hikmah selama menjalani masa tahanannya di Lapas Kelas IIA Kendari karena jika dirinya masih berkeliaran bebas di luar, belum tentu mendapat petunjuk dari Tuhan untuk belajar membaca ayat-ayat suci-Nya. Hal terpenting yang bisa syukuri adalah berubahnya akhlak dari awalnya yang sangat buruk, kini menjadi lebih baik. Bahkan, ia terlibat dalam penggunaan obat-obatan berbahaya atau narkoba.

Karena itu, iIa berniat, apabila bebas dari masa tahanannya di lapas, akan mengunjungi keluarga untuk meminta maaf atas kesalahan yang diperbuat, mencari pekerjaan yang layak, dan kembali ke kehidupan normal bersama istri dan seorang anaknya.

Di momen Hari Raya Idul Fitri, Eko menyampaikan bahwa hukuman atas kesalahan yang diperbuatnya selama ini menjadi pelajaran yang sangat berharga dan juga menjadi spirit bagi dia untuk dirinya kembali menjalani kehidupan yang lebih baik setelah keluar dari lapas.

Awal-awal tahun menjalani hukuman di lapas, Eko sangat berat untuk menerima dirinya yang tiba-tiba menjalani hidup dalam kurungan. Di tahun berikutnya dia mulai menerima dengan lapang dada dan mulai berdamai dengan keadaan.

Ia juga bisa merasakan syukur karena ditangkap oleh petugas atas perbuatannya. Jika dibandingkan antara hidup di dalam lapas dengan saat di luar, ia justru banyak mendapat hikmah, terutama untuk pembelajaran agama, yang sepertinya akan sulit untuk memiliki semangat belajar jika masih di alam bebas.

Kini, selain memiliki aktivitas spiritual menghafal Al Quran, Eko juga dipercaya untuk membawakan khutbah Jumat di Masjid Lapas Kelas IIA Kendari. Amanah itu, sangat bertolak belakang dengan masa lalunya yang sama sekali tidak mengenal ilmu agama.

Senada dengan itu, narapidana lapas dalam kasus narkoba Zaidatul Hamdi (22), juga menjadi salah satu warga binaan pemasyarakatan yang menjadi penghafal Al Quran.

Zaidatul yang merupakan warga asal Provinsi Aceh itu menjalani tahun pertamanya di dalam Lapas Kendari telah menghafal tiga Juz Al Quran.

Berbeda dengan Eko, Zaidatul mulai menghafal Al Quran karena keyakinan dan ketekunan dari dirinya sendiri.

Karena merupakan lulusan pesantren, dulu dia sempat juga menghafal Al Quran, tapi sudah banyak yang lupa. Saat di dalam lapas, mulai timbul keinginan untuk mengulang kembali menghafal Al Quran yang pernah didapatnya di lembaga pendidikan pesantren.

Sementara itu, Kepala Lapas Kelas IIA Kendari Tapianus Antonio Barus diwakili oleh Kepala Humas Lapas Mustar Taro mengungkapkan bahwa pihaknya sangat memberi dukungan kepada para narapidana atau warga binaan untuk mempelajari ilmu agama.

Belajar agama itu, sangat baik bagi warga binaan untuk menjadi bekal bagi diri mereka untuk menjalani hidup di luar lembaga pemasyarakat dan akan lebih bermakna di lingkungan sosial mereka, kelak.

Diharapkan, setelah mereka "lulus" dari masa hukuman, mereka bisa menjadi pribadi yang lebih baik serta tidak melakukan kembali tindak pidana apapun, yang membuat mereka harus kembali masuk ke dalam lapas atau rumah tahanan (rutan).

Jika secara umum lembaga pemasyarakatan merupakan tempat yang tidak nyaman bagi penghuninya, sebagian yang lain justru banyak mengambil hikmah untuk mengubah diri menjadi peribadi yang lebih baik dan banyak menebar manfaat dalam kehidupan masyarakat selanjutnya.
 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024