Kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk tetap mengandalkan pemenuhan 85 persen kebutuhan energi nasional dari bahan bakar fosil hingga dekade mendatang adalah kebijakan yang keliru."
Jakarta (ANTARA News) - LSM Forum Masyarakat Sipil untuk Keadilan Iklim (CSF-CJI) dan Jaringan Advokasi Tambang mengharapkan pemerintah Indonesia tidak mempercayai konsep "batu bara bersih" yang dihasilkan KTT Perubahan Iklim di Warsawa, Polandia, beberapa waktu lalu.

"Kami menentang solusi palsu batu bara bersih dalam KTT Perubahan Iklim," kata Koordinator Nasional CSF-CJI Mida Saragih dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Menurut dia, "batu bara bersih" adalah upaya aplikasi pengembangan pembangkit listrik dari batubara yang diklaim sangat efisien dengan teknologi yang dipropagandakan para pendukungnya telah banyak digunakan antara lain di ladang minyak dan gas lepas pantai.

Padahal, ia berpendapat bahwa konsep "batu bara bersih" hanya menjadi semacam arena "cuci tangan" sejumlah negara supaya dapat terus mengandalkan batu bara.

Untuk itu, Mida menegaskan bahwa negara-negara khususnya pemerintah Polandia perlu memahami pentingnya perwujudan keselamatan manusia, utamanya di negara-negara sumber produksi batu bara seperti Indonesia.

"Kontribusi emisi karbon dari tambang batu bara semestinya membuka mata Polandia dan negara-negara lainnya untuk mengurangi, bahkan menyetop pemanfaatan batu bara," ujarnya.

Sementara itu, Koordinator Jatam Hendrik Siregar mengemukakan, biaya dari batu bara dari hulu ke hilir sangat mahal terhadap manusia dan lingkungan.

"Belum tentu setiap negara mampu mengantisipasi risiko yang begitu mahal diakibatkan oleh sumber energi kotor dari batu bara," kata Hendrik Siregar

Sebelumnya, CSF-CJI juga telah mendesak mendesak pemerintah RI untuk tidak lagi mengandalkan bahan baku fosil untuk memenuhi kebutuhan energi nasional.

"Kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk tetap mengandalkan pemenuhan 85 persen kebutuhan energi nasional dari bahan bakar fosil hingga dekade mendatang adalah kebijakan yang keliru," kata Koordinator Nasional CSF-CJI Mida Saragih di Jakarta, Selasa (22/10).

Pemerintah dalam dekade mendatang telah menetapkan bahan bakar fosil sebagai sumber energi dominan, dan sebagai pangsa terbesar dalam campuran energi ("energy mix"), di antaranya 85 persen bersumber dari bahan bakar fosil yaitu batu bara, minyak dan gas bumi.

Mida mengkritik bahwa ketetapan "energy mix" yang tertuang di dalam Peraturan Presiden tentang Kebijakan Energi Nasional No 5 Tahun 2006 berpotensi meningkatkan emisi gas rumah kaca.

"Eksploitasi energi fosil tersebut dapat meningkatkan emisi dari sektor energi, berkontribusi dalam kenaikan suhu global dan ini praktis bertubrukan dengan komitmen politik Presiden SBY dalam implementasi penurunan emisi gas rumah kaca nasional," ujarnya. (M040/Z002)

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013