Setidaknya terdapat tujuh varietas lokal uwi yang dikenal dan dibudidayakan oleh masyarakat Tuban
Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendokumentasikan pengetahuan tradisional masyarakat ihwal konservasi dan budidaya varietas lokal uwi yang dilakukan oleh masyarakat di Tuban, Jawa Timur.
 
Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Botani Terapan BRIN Lia Hapsari dalam pernyataan yang dikutip di Jakarta Senin mengatakan, ada banyak varietas lokal uwi yang memiliki kepentingan sosial-ekonomi dan budaya.
 
"Setidaknya terdapat tujuh varietas lokal uwi yang dikenal dan dibudidayakan oleh masyarakat Tuban, yaitu uwi bangkulit, uwi putih, uwi legi, uwi ungu, uwi sego, uwi klelet, dan uwi randu," katanya.
 
Ketujuh varietas lokal uwi tersebut menunjukkan keragaman ciri morfologi yang tinggi. Deskriptor yang penting untuk membedakan antar-varietas adalah karakter umbi terutama pada bentuk dan ukuran, warna daging dan kulit, serta tekstur.
 
Lia menuturkan, nama-nama varietas yang diberikan oleh masyarakat Tuban sebagian besar juga mencerminkan ciri-ciri morfologi tersebut, seperti warna kulit umbi dan warna daging umbi atau ciri-ciri persepsi lain, seperti rasa daging serta pemanfaatan.
 
Para petani telah merencanakan produksi pertanian dengan mengadopsi pengetahuan tradisional secara turun-temurun yang mengacu kepada informasi, kearifan, tradisi, dan praktik yang telah lama ada di masyarakat adat atau komunitas lokal tertentu, serta sebagian besar bersifat praktis.
 
Pengetahuan tradisional tentang konservasi dan praktik pertanian sebagian besar dimiliki oleh para petani tua dan diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Warisan pengetahuan tradisional tersebut diperbarui oleh setiap generasi sesuai dengan perkembangan zaman.
 
Hal tersebut dilakukan guna menjaga mutu hasil pertanian dan pelestarian lingkungan serta mengurasi risiko bencana alam serta agar pengetahuan tradisional tersebut tetap terjaga dan dapat digunakan dengan mengikuti perubahan zaman.
 
Dalam beberapa tahun terakhir, pendokumentasian pengetahuan tradisional di bidang pertanian telah mendapat perhatian besar di seluruh dunia karena berperan penting bagi pengembangan praktik sistem pertanian dan pengelolaan potensi lingkungan yang berkelanjutan.
 
Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN Fauziah mengungkapkan, varietas yang paling banyak dibudidayakan oleh petani di Tuban adalah uwi yang mempunyai nilai jual tinggi di pasaran dan lebih disukai untuk dikonsumsi.
 
"Sebagian besar petani di Tuban membudidayakan uwi legi dan uwi putih karena rasanya lebih enak -manis hingga gurih- dan hasil budidaya tinggi, serta laku di pasaran. Sementara, uwi ungu dinilai paling kurang diminati untuk dibudidayakan karena rasanya yang kurang manis," kata Fauziah.
 
Pemilihan varietas bernilai komersial sebagai varietas paling diutamakan untuk dibudidayakan dapat menyebabkan hilangnya varietas lokal uwi yang dianggap tidak bernilai komersial, sehingga meningkatkan urgensi upaya konservasi seluruh varietas lokal uwi, baik secara in-situ, on-farm, maupun ex-situ.
 
BRIN berharap pendokumentasian pengetahuan tradisional di bidang pertanian dapat memberikan kontribusi kepada pelestarian keanekaragaman hayati dan pola budidaya yang berkelanjutan serta terjaganya pengetahuan tradisional di bidang pertanian untuk diwariskan dari generasi ke generasi.
 
Hasil kajian itu juga dapat berfungsi sebagai kerangka pengambilan keputusan di tingkat lokal dan nasional untuk upaya konservasi dan praktik pengelolaan budidaya serta pemanfaatan uwi secara berkelanjutan.
 
Publikasi ilmiah tentang pendokumentasian budidaya uwi tersebut berjudul Traditional Knowledge in Conservation And Farming Practice of Water Yam (Dioscorea Alata L): Lesson Learned From East Javanese Community yang dapat diakses pada https://ijcs.ro/volume-14-2023/#Issue4.
 
Saat ini ada tiga jenis sistem usaha tani untuk membudidayakan varietas lokal uwi yang dilakukan secara turun-temurun oleh para petani, yaitu budidaya di pekarangan rumah, tumpang sari, dan agroforestri. Tanaman pangan alternatif itu mudah beradaptasi di lahan kering dan tanah dengan kesuburan rendah.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2024