Baghdad (ANTARA News) - Gelombang serangan, sebagian besar bom yang ditargetkan pada permukiman Syiah, menghantam Baghdad pada Rabu, menewaskan setidaknya 28 orang dalam konflik berdarah terbaru di Irak.

Aksi kekerasan, yang juga mencederai lebih dari 70 orang itu terjadi di tengah-tengah pertumpahan darah yang berlarut-larut hanya beberapa bulan menjelang pemilu dan memaksa para pejabat Irak meminta bantuan internasional mengatasi kerusuhan terburuk di negara itu sejak tahun 2008.

Setidaknya delapan ledakan termasuk tujuh bom mobil, menghantam sebagian besar permukiman Syiah ibu kota Irak itu, kata para pejabat keamanan dan medis, mulai sejak pukul 07.00 waktu setempat (11.30 WIB).

Aksi itu terjadi setelah ledakan-ledakan bom yang sama dan terkoordinasi di Baghdad Ahad petang yang menewaskan 21 orang, dan menambah jumlah seluruh korban tewas selama November lebih dari 300 orang.

Serangan-serangan Rabu itu terjadi di daerah-daerah mulai dari distrik komersial Karrada kota itu sampai ke permukiman Saab Syiah serta Sadriyah, salah satu dari distrik-distrik paling tua Baghdad.

Satu bom mobil meledak di Adhamiyah yang berpenduduk mayoritas Sunni di Baghdad utara, kata para pejabat.

Ledakan di Karrada terjadi dekat daerah penjualan mobil saat para warga Syah berkumpul untuk memperingati wafatnya seorang tokoh Syiah, di mana para anggota kelompok garis keras Sunni sering meningkatkan serangan-serangan mereka.

"Kami akan memasak dan memberikan makanan pada ulang tahun wafatnya Imam Hussein," kata Ahmed Abu Ali, seorang karyawan pusat penjualan mobil Al-Baldawi.

"Banyak orang berkumpul di pusat penjualan mobil itu dan sekonyong -konyong satu mobil meledak sekitar 20 meter jauhnya dari lokasi itu," kata Abu Ali berusia 40 tahun.

"Kendatipun mereka membom kami dan berusaha menghambat kami, kami tidak akan berhenti memperingati ulang tahun kesyahidan Imam Hussein."

Pasukan keamanan memberlakukan tindakan keras di daerah-daerah yang dihantam serangan- serangan itu , dalam banyak kasus melarang wartawan memotret dan mengambil gambar video di lokasi-lokasi ledakan bom itu.

Tidak ada segera kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas aksi kekerasan itu, tetapi para anggota kelompok garis keras Sunni yang punya hubungan dengan kelompok garis depano Al Qaida sering meledakkan bom yang terkoordinasi di Baghdad, yang biasanya jadi sasaran adalah para warga Syiah.

Dalam satu serangan terpisah di kota Sulaimaniya, Kurdistan utara yang biasanya tenang, para pria bersenjata membunuh kepala pengawal Presiden Jalal Talabani, kata seorang juru bicara polisi.

Tiga penyerang memasuki rumah Kolonel Sarat Rashid dan menembak dia tiga kali ke kepalanya di depan istrinya, kata juru bicara itu.

Pihak berwenang masih menyelidiki motif dibelakang serangan itu.

Talabani hampir setahun dalam penyembuhan di Jerman n akibat stroke dan Rashid menurut rencana akan berangkat ke Sulaimaniya untuk mengunjungi presiden itu. Ia adalah kepala keamanan presiden itu sejak tahun 1994.

Aksi kekerasan itu adalah bagian dari pertumpahan darah yang meningkat yang mencapai puncak tertingginya sejak tahun 2008, ketika Irak dilanda perang sektarian terburuknya.

Perdana Menteri Nuri al-Maliki meminta bantuan Washington dalam bentuk berbagai informasi intelijen lebih luas dan sistem senjata baru dqlam usaha untuk mengekang serangan-serangan itu yang para pejabat khawatir akibat dari perang saudara d Suriah.

Tetapi para diplomat dan pengamat mengatakan pemerintah tidak i cukup menangani penyebab utama dar kerusuhan itu, terutama adanya frustrasi dalam minoritas Sunni yang menuduh mereka diabaikan oleh pemerintah yang dikuasai Syiah

Dengan pemilu menurut rencana diselenggarakan 30 April, para pejabat khawatir tingkat aksi kekerasan dapat meningkat lebih jauh karena kelompok garis keras berusaha menggoyahkan negara itu menjelang pemilu itu.

Selain gagal membendung pertumpahan darah, pihak pemerintah juga berjuang untuk memberikan pelayanan yang layak seperti listrik dan air bersih , dan korupsi juga meluas.

Konflik politik tleah melumpuhkan pemerintah, sementara parlemen hampir tidak ada meloloskan rancangan undang-undang dalam beberapa tahun belakangan ini, demikian AFP melaporkan.

(SYS/H-RN/H-AK)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013