Jakarta (ANTARA) - Ekonom Ibrahim Assuabi mengatakan belanja Indonesia untuk impor minyak mentah berpotensi meningkat jika ketegangan geopolitik di Timur Tengah khususnya konflik Iran dan Israel terus memanas yang dapat mengakibatkan kenaikan harga minyak mentah yang signifikan.

"Kalau seandainya tensi geopolitik di Timur Tengah terus memanas, akan membuat harga minyak mentah mengalami kenaikan sampai 100 dolar AS per barel, ini akan membuat Indonesia ini akan membengkak terutama adalah impor minyaknya," kata Ibrahim yang merupakan Direktur PT Laba Forexindo Berjangka kepada awak media di Jakarta, Selasa.

Ia menuturkan Indonesia merupakan salah satu importir minyak mentah terbesar di ASEAN, yaitu 200.000 barel per hari. Indonesia juga mengimpor gas alam. Dengan demikian, belanja negara untuk impor minyak mentah akan bertambah jika harga minyak mentah dunia naik.

Selanjutnya, jika konflik Iran dan Israel terus berkepanjangan atau memanas maka dapat menyebabkan pelemahan rupiah berlanjut, karena pasar akan beralih ke aset safe haven seperti dolar AS.

"Tadi malam kementerian perang di Israel memberikan satu pernyataan bahwa di akhir pekan Israel kemungkinan besar akan melakukan serangan balik terhadap Iran. Nah ini yang membuat indeks dolar AS kemungkinan besar ini akan menuju di 110 atau di 112. Ini adalah level tertinggi sepanjang masa yang ditakutkan oleh pasar," tuturnya.

Di sisi lain, pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh penguatan indeks dolar AS yang disebabkan oleh menguatnya data ekonomi Amerika Serikat (AS). Penjualan ritel pada Maret 2024 di Amerika naik 0,7 persen dari bulan lalu.

"Hari ini pasar Indonesia telah dibuka dan luar biasa sekali dampaknya terhadap Indeks Harga Saham Gabungan yang terus mengalami penurunan yang bahkan bisa saja ke 7.050 kemudian rupiah pun juga melemah di hampir 16.200. Ini cukup luar biasa," katanya.

Sementara inflasi AS masih cukup tinggi. Hal itu membuat bank sentral AS atau The Fed masih ragu untuk menurunkan suku bunga. Ada kemungkinan The Fed akan menaikkan suku bunga kebijakan karena eskalasi tensi geopolitik yang cukup tinggi di Timur Tengah.

Selain itu, komentar beberapa pejabat bank sentral AS mengindikasikan kemungkinan bank sentral AS tidak akan menurunkan suku bunga kebijakan di semester II-2024.

"Walaupun menurunkan suku bunga, kemungkinan hanya 25 basis poin. Artinya apa? Dari 75 basis poin yang ditargetkan itu, hanya 25 basis poin, ini yang membuat indeks dolar AS kembali lagi mengalami penguatan di 106," ujarnya.

Baca juga: Ekonom: Waspadai risiko inflasi imbas konflik Iran-Israel

Baca juga: Ekonom: Pemerintah jaga pertumbuhan ekonomi dukung stabilitas rupiah

Baca juga: Potensi eskalasi konflik Iran-Israel dan harga minyak yang mencekik

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Evi Ratnawati
Copyright © ANTARA 2024