Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan uji materiil UU No 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (KY) dan UU No 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (KK) yang diajukan oleh 31 hakim agung, menghilangkan ketentuan yang mengatur tentang fungsi pengawasan KY. Dalam putusan yang dibacakan oleh delapan hakim konstitusi di Gedung MK, Jakarta, Rabu, MK berpendapat pasal-pasal dalam UU KY yang mengatur fungsi pengawasan terbukti menimbulkan ketidakpastian hukum. UU KY, menurut MK, terbukti tidak rinci mengatur tentang prosedur pengawasan, tidak jelas dan tidak tegas menentukan siapa subyek yang mengawasi, apa obyek yang diawasi, instrumen apa yang digunakan serta bagaimana proses pengawasan itu dilaksanakan. "Hal tidak jelas dan tidak rincinya pengaturan mengenai pengawasan dalam UU KY, serta perbedaan dalam rumusan UU KY, menyebabkan semua ketentuan UU KY tentang pengawasan menjadi kabur dan menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaannya," tutur hakim Soedarsono saat membacakan putusan. Konsepsi pengawasan yang terkandung dalam UU KY, menurut MK, didasarkan atas paradigma konseptual yang tidak tepat, yaitu seolah-olah hubungan antara MA dan KY berada dalam pola hubungan "check and balances", sehingga menimbulkan penafsiran yang tidak tepat, terutama dalam pelaksanaannya. MK juga berpendapat, fungsi KY untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim yang seharusnya hanya memberikan sebagian kewenangan pengawasan etik kepada KY, secara sadar atau tidak, telah ditafsirkan dan dipraktikan oleh KY sebagai pengawasan teknis yudisial dengan cara memeriksa putusan. "Norma pengawasan yang berlaku universal di semua sistem hukum yang berlaku di dunia adalah putusan pengadilan tidak boleh dinilai oleh lembaga lain, kecuali melalui proses upaya hukum sesuai hukum acara," kata Soedarsono. Atas putusan tersebut, lima pasal dalam UU KY yang mengatur tentang fungsi pengawasan KY, yaitu pasal 20, pasal 21, pasal 22 ayat 1 huruf e, pasal 22 ayat 5, pasal 23 ayat 2, 3 dan 5, oleh MK dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Untuk mengisi kekosongan hukum yang terlalu lama akibat dihilangkannya fungsi pengawasan KY, MK justru merekomendasikan agar DPR dan Presiden segera mengambil langkah-langkah untuk menyempurnakan UU KY. "Keinginan untuk mengadakan perubahan UU ini telah pula dikemukakan berkali-kali secara terbuka, baik oleh MA maupun oleh KY sendiri," kata Soedarsono. DPR dan Presiden, dianjurkan oleh MK untuk melakukan perbaikan yang bersifat integral dengan juga mengadakan harmonisasi dan sinkronisasi atas UU Kekuasaan Kehakiman, UU MA, UU KY dan UU MK. MK dalam putusannya juga merekomendasikan agar MA dan KY bekerja erat dalam konsep kemitraan untuk melakukan pengwasan terhadap para hakim. Meski menghilangkan fungsi pengawasan dari KY, MK dalam putusannya menolak permohonan para hakim agung agar hakim agung dibebaskan dari pengawasan KY. MK berpendapat permohonan tersebut tidak cukup beralasan karena tidak dapat ditemukan dasar-dasar konstitusional yang meyakinkan. Namun, dalam perkara yang sama, MK memutuskan bahwa hakim konstitusi bukan obyek pengawasan KY dengan alasan hakim konstitusi bukanlah hakim profesi seperti hakim biasa.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006