Ketika investor menempatkan dananya dari yang tadinya di emerging market ke pasar yang lebih stabil seperti Amerika Serikat maka arus keluar dari modal tentu akan terjadi.
Jakarta (ANTARA) -
Peneliti ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf R Manilet mengatakan konflik Iran dan Israel yang memanas berpotensi meningkatkan arus modal keluar (capital outflow) dari pasar keuangan domestik.
 
"Ketika investor menempatkan dananya dari yang tadinya di emerging market ke pasar yang lebih stabil seperti Amerika Serikat maka arus keluar dari modal tentu akan terjadi," kata Yusuf kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.
 
Salah satu dampak yang bisa muncul adalah nilai tukar rupiah yang mengalami pelemahan dari periode capital outflow tersebut.

Baca juga: Analis: Konflik Iran-Israel sebabkan penurunan di pasar ekuitas
 
Yusuf menuturkan konflik geopolitik umumnya memberikan sentimen negatif terutama untuk pasar keuangan karena bisa memicu periode ketidakpastian dalam dinamika perekonomian global.
 
Selain itu, konflik tersebut juga dapat memicu kenaikan harga komoditas yang akan memberikan dampak tidak hanya ke negara-negara emerging market tetapi juga ke negara maju sehingga dapat berimbas pada prospek pertumbuhan ekonomi global.
 
Kondisi itu menjadi sentimen yang tidak begitu baik terutama bagi psikologi investor di pasar keuangan. Umumnya, para investor akan mencari tempat di mana mereka bisa menempatkan dananya lebih aman dan lebih stabil.
 
Oleh karena itu, pilihan negara-negara safe haven seperti Amerika Serikat menjadi pilihan yang cenderung dipilih oleh investor saat ini ketika terjadi instabilitas imbas konflik geopolitik.

Dengan demikian, Pemerintah Indonesia dan para pemangku kepentingan perlu melakukan berbagai langkah yang diperlukan untuk menahan capital outflow dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Baca juga: Ekonom: Konflik Iran-Israel picu investor beralih ke aset "safe haven"
 
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyoroti pentingnya menjaga stabilitas keuangan untuk mengantisipasi imbas konflik Iran-Israel yang menyebabkan kemerosotan nilai tukar mata uang terhadap dolar AS dan pelemahan pasar modal.
 
“Di pasar keuangan kami melihat indeks dolar AS mengalami penguatan terhadap (mata uang) berbagai negara, jadi kami melihat pemerintah perlu menjaga stabilitas pasar keuangan,” kata Airlangga Hartarto di Jakarta, Selasa (16/4).
 
Selain diakibatkan oleh meletusnya konflik Iran-Israel, ia menuturkan bahwa menguatnya indeks dolar AS juga disebabkan tingkat pengembalian (yield) obligasi dan suku bunga yang masih ditahan oleh bank sentral Amerika Serikat di angka yang tinggi atau kebijakan higher for longer.
 
Ia menyatakan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia untuk mencegah dampak lebih lanjut konflik Iran-Israel terhadap sektor keuangan dan pasar modal domestik.
 

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2024