Surabaya (ANTARA News) - Sekira 4.200 prajurit Armada RI Kawasan Timur (Armatim) melepas Panglima Armatim, Laksda TNI Waldi Murad, yang akan bertugas menjadi Wakil Kepala Staf TNI AL (Wakasal), di Surabaya, Kamis. Ribuan prajurit yang berdinas di berbagai jenis kapal perang itu melalukan upacara resmi saat Laksda TNI Waldi Murad bersama dengan penggantinya sebagai Pangarmatim, Laksda TNI Moekhlas Sidik, melakukan inspeksi laut mengelilingi puluhan kapal perang. Saat Waldi Murad dan Moekhlas Sidik melakukan inspeksi menggunakan KRI Katon, ribuan prajurit TNI AL berjejer di atas kapalnya masing-masing dengan melambaikan topi sambil berteriak "jalesveva jayamahe", yang artinya "justru di laut kita jaya", secara berulang-ulang. Kedua laksamana tersebut tampak tersenyum menerima penghormatan itu, dan membalas penghormatan para prajuritnya yang diikuti para petinggi di Armatim, antara lain Komandan Pangkalan TNI-AL (Dan Lantamal), Komandan Gugus Tempur Laut (Dan Guspurla), Komandan Gugus Keamanan Laut (Dan Guskamla). Laksda TNI Waldi Murad kepada pers mengemukakan, mendapatkan kehormatan memimpin Komando Armatim, dan mengakui masih banyak masalah yang harus diselesaikan di lingkungan armada yang membawahi wilayah timur Indonesia itu.. "Salah satunya, karena keterbatasan kapal perang kita yang sudah tua-tua. Karenanya, meskipun sudah sering dilakukan operasi, masih ada saja pelanggaran di laut, khususnya illegal fishing, sedangkan illegal logging sudah berkurang," ujarnya. Namun demikian, ia mengemukakan, pihaknya memahami keterbasan keuangan negara saat ini, sehingga TNI AL tidak bisa menuntut banyak untuk kelengkapan prasarana dan sarananya. "Jalan keluarnya adalah efisiensi anggaran di tengah kondisi keuangan negara seperti ini. Apa yang ada, kita manfaatkan dengan maksimal," ujarnya. Sementara itu, Laksda TNI Moekhlas Sidik --yang kini masih manjabat Panglima Armada RI Kawasan Barat (Pangarmabar)-- menyatakan, secara pokok tugas di Koarmabar dengan Koarmatim tidak ada perbedaan, hanya saja kondisi lautnya yang berbeda, sehingga kapal yang digunakan juga berbeda. "Kalau di timur ini banyak laut dalam, sehingga diperlukan kapal-kapal besar, sedangkan di wilayah barat lebih dangkal. Tapi, kita tetap sama, yakni menegakkan kedaulatan negara di laut secara kontinyu. Berat atau tidak, bukan masalah," tambahnya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006