Kami melihat keputusan BI untuk menaikkan BI-rate bulan ini lebih didorong oleh faktor eksternal, yang saat ini penuh dengan ketidakpastian, dibandingkan dengan kondisi domestik
Jakarta (ANTARA) - Ekonom Josua Pardede memandang bahwa keputusan BI untuk menaikkan suku bunga acuan terutama ditujukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sehingga memitigasi risiko imported inflation dan mengurangi arus keluar modal dari pasar portofolio.

"Kami melihat keputusan BI untuk menaikkan BI-rate bulan ini lebih didorong oleh faktor eksternal, yang saat ini penuh dengan ketidakpastian, dibandingkan dengan kondisi domestik," kata Josua dalam jawaban tertulisnya di Jakarta, Rabu.

Ekonom Bank Permata itu
menambahkan, kondisi ekonomi global yang masih belum menentu membuat Bank Indonesia (BI) perlu melakukan langkah antisipatif di luar intervensi di pasar valuta asing (valas) untuk memperkuat kendali atas stabilitas rupiah.

Kondisi global itu di antaranya penguatan ekonomi AS yang meningkatkan risiko skenario higher-for-longer di mana saat ini pasar menggeser ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan The Fed dari yang sebelumnya Juni 2024 menjadi September 2024.

Selain itu, terdapat ketidakpastian yang masih berlangsung terkait kondisi geopolitik di Timur Tengah yang memicu risiko kenaikan harga minyak dunia.

Josua memperkirakan, ke depannya arah kebijakan moneter BI terkait suku bunga kebijakan akan sangat bergantung pada perkembangan ekonomi global, terutama di Amerika Serikat (AS) dan Timur Tengah.

Sebelumnya, imbuh dia, BI menyatakan bahwa keputusan untuk memangkas BI-rate tidak akan bergantung pada keputusan The Fed terkait suku bunga kebijakannya. Namun dalam pertemuan pada Rabu, Josua menilai tone pernyataan BI tampaknya telah berubah.

"Kami mengantisipasi bahwa arah pergerakan BI-rate ke depan akan sangat dipengaruhi oleh arah pergerakan suku bunga acuan The Fed. Ruang penurunan BI-rate akan terbuka setelah The Fed melakukan pemangkasan suku bunga acuan," kata dia.

Dari sisi domestik, Josua memproyeksikan bahwa inflasi dalam jangka pendek, terutama di semester I 2024, akan tetap tinggi. Ini mengingat peningkatan inflasi pangan terkait dengan fenomena El Nino. Namun pada semester II 2024, ekonom mengantisipasi bahwa tekanan dari inflasi pangan akan mulai berkurang.

Sementara itu, ketahanan eksternal dari sisi neraca perdagangan dinilai masih cukup kuat. Hal ini sejalan dengan berlanjutnya surplus perdagangan hingga kuartal I 2024 meskipun dalam tren yang menurun.

Josua juga melihat bahwa pelebaran defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) pada tahun ini masih dalam level yang wajar dan terkendali.

Sebelumnya, BI mengumumkan kenaikan bunga acuan BI-Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,25 persen. Menurut BI, hal ini dilakukan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar dan mencegah pertumbuhan ekonomi dari dampak rambatan global.

BI juga menaikkan suku bunga deposit facility sebesar 25 basis poin menjadi 5,5 persen serta suku bunga lending facility sebesar 25 basis poin menjadi 7 persen.

Keputusan untuk menaikkan BI-Rate diambil melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang diselenggarakan pada 23-24 April 2024.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, keputusan tersebut diambil untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5 plus minus 1 persen pada 2024 dan 2025 sejalan dengan stance kebijakan moneter yang pro-stability.

RDG BI sebelumnya pada 19-20 Maret 2024, BI menahan suku bunga acuan di level 6 persen. Sementara suku bunga deposit facility ditahan di level 5,25 persen dan suku bunga lending facility ditahan di level 6,75 persen.

Baca juga: INDEF nilai kenaikan suku bunga pilihan kebijakan yang paling aman
Baca juga: Ekonom : Kenaikan BI-Rate akan positif bagi pasar modal Indonesia
Baca juga: Bank Mandiri: Kebijakan BI naikkan suku bunga jadi langkah pre-emptive
Baca juga: BI naikkan BI-Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,25 persen

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2024