Banda Aceh (ANTARA) - Majelis Pengurus Wilayah (MPW) Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Aceh menyarankan 10 kriteria calon Gubernur Aceh untuk dipilih pada Pilkada nanti, baik dari sisi ajaran islam, adat kebudayaan Aceh hingga politik.

"Kita usulkan lima kriteria versi ajaran Islam, empat kriteria versi adat budaya Aceh, dan politik yang layak dipertimbangkan untuk dipilih sebagai calon Gubernur Aceh," kata Ketua MPW ICMI Aceh, Taqwaddin, di Banda Aceh, Rabu.

Adapun kriteria dari sisi Islam adalah, calon Gubernur Aceh yang jujur, ini harus menjadi pilihan utama, harus mau memenuhi janji yang telah diucapkan atau disuratkan secara tertulis dalam berbagai kebijakan.

"Kejujuran hal yang penting sekali dalam menjalankan roda pemerintahan. Tanpa kejujuran pemimpin, pemerintahan akan berantakan dan rakyat akan semakin jauh dari kesejahteraan," ujarnya.

Kemudian, orang yang amanah atau dapat dipercaya, jangan memilih pemimpin yang curang. Apalagi pernah terlibat dalam kasus pidana korupsi.

Hal ini penting dipertimbangkan karena Gubernur Aceh menentukan arah perjalanan pembangunan daerah, menguasai dan mengelola anggaran yang cukup besar untuk kemaslahatan rakyat.

Kriteria ketiga, Gubernur yang ideal untuk Aceh adalah orang cerdas dan berkualitas (fathonah), tidak mesti profesor atau doktor, minimal sarjana.

Mengingat, warga masyarakat dan penduduk Aceh yang plural, terdiri dari banyak suku, maka diperlukan gubernur yang cerdas dan berwawasan luas.

"Tidak itu saja, kita butuh gubernur yang cerdas berkualitas serta harmoni dengan pemimpin dan elit-elit nasional serta berani memperjuangkan hak-hak pembangunan untuk kepentingan Aceh," katanya.

Kriteria keempat, calon Gubernur Aceh adalah orang yang bisa menyampaikan ide gagasan, buah pikirannya secara sederhana dan sistematis. Dalam versi islam hal ini dikenal dengan tabligh.

Aceh, kata Taqwaddin, merindukan sosok mantan Gubernur Aceh Ibrahim Hasan yang cerdas berkualitas dan dapat menyampaikan gagasannya secara sederhana dengan bahasa mudah dipahami rakyat.

"Tidak itu saja, Almarhum Pak Ibrahim Hasan juga memiliki jaringan yang luas dengan elit nasional. Sehingga kemajuan pembangunan begitu terasa saat beliau memimpin Aceh," ujarnya.

Kriteria kelima, yang diperlukan untuk menjadi Gubernur Aceh adalah sifat tawadhu, tidak sombong, rendah hati dan arogan. Melainkan lembut serta perangainya menyejukkan.

"Kita perlukan gubernur yang mendengarkan aspirasi rakyat. Kita butuh yang peduli dan memberi solusi cepat terhadap kesulitan rakyat," kata mantan Kepala Ombudsman Aceh itu.

Selain lima kriteria ideal calon Gubernur Aceh berdasarkan ajaran Islam, ICMI juga menyarankan empat pemimpin berdasarkan adat budaya Aceh, yaitu yang tuha, tuho, teupeu, dan teupat.

Dirinya menjelaskan, kriteria tuha yang dimaksudkan adalah dewasa usia dan cara berpikirnya. Hal ini penting karena kematangan diperlukan untuk mampu melahirkan kebijakan publik yang arif bijaksana dan bermanfaat bagi khalayak ramai, bukan kebijakan menguntungkan kroninya saja.

Selain tuha, dalam budaya Aceh diperlukan pula pemimpin yang tuho. Maksudnya adalah yang mengetahui apa dan dimana akar permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat.

Sehingga, jika Aceh dipimpin oleh orang luar, maka dia hana di tuho saho (tidak tahu apa-apa), esensi masalah yang sedang terjadi dalam masyarakat Aceh.

"Akibatnya terapi dan solusi yang kebijakan yang ditempuh menjadi tidak nyambung dan bahkan kontra produktif dalam menyelesaikan permasalahan," ujarnya.

Selain itu, tambah Taqwaddin, kriteria lainnya yang diperlukan pemimpin Aceh adalah teupeu. Artinya, gubernur harus mengetahui segala hal yang terjadi dalam masyarakat dan pemerintahannya.

Aneh misalnya, ketika pupuk sudah langka, petani sudah kewalahan karena sedang musim tanam, tetapi gubernur tidak mengetahui masalah tersebut. Begitu terkait naiknya harga kebutuhan dasar masyarakat.

"Makanya, salah satu kriteria untuk menjadi pemimpin di Aceh harus teupeu dan peduli. Gubernur Aceh harus memiliki banyak mata untuk melihat dan banyak telinga untuk mendengarkan keluhan rakyat," katanya.

Kriteria lainnya adalah teupat, ini berarti dengan jujur, amanah, dan dapat dipercaya, orang seperti ini susah berbohong apalagi ingkar janji kepada rakyat. Memang tidak mudah mencari sosok seperti itu. Tetapi, semua pihak harus berupaya keras menemukan dan memilihnya.

Terakhir, tambah dia, adalah kriteria politik praktis, ini meliputi adanya dukungan partai politik yang memenuhi syarat parlemen threshold dan lainnya. Calon gubernur yang diusung memiliki popularitas yaitu dikenal luas oleh konstituen serta adanya potensi elektabilitas memadai.

Dirinya menegaskan, tingginya popularitas tidak serta merta menunjukkan tingginya elektabilitas. Pernah ada seorang rektor yang sangat populer dari universitas terbesar di Aceh. Tetapi, ketika dirinya maju sebagai calon gubernur, elektabilitasnya rendah.

Untuk bisa mencapai elektabilitas yang tinggi tentu diperlukan mesin politik running well atau berjalan lancar yang disertai dukungan personalia serta anggaran memadai.

"Harus diakui bahwa cost politik akhir-akhir ini memang sangat tinggi, sehingga diperlukan kolaborasi berbagai partai untuk mendalanginya," demikian Taqwaddin.
Baca juga: ICMI netral dalam pilkada Aceh
 

Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024