Beijing (ANTARA) - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin menyebutkan pihak yang sengaja menghalangi Dewan Keamanan (DK) PBB untuk menghadirkan gencatan senjata di Gaza, Palestina, tidak dapat dimaafkan.

"Ketidakpedulian terhadap pembunuhan perempuan dan anak-anak di Gaza tidak bisa ditoleransi. Menghalangi upaya Dewan Keamanan PBB untuk menciptakan gencatan senjata di Gaza tidak akan dimaafkan," kata Wang Wenbin saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing, China pada Kamis.

Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) menyebutkan sudah lebih dari sejuta penduduk di Jalur Gaza telah kehilangan tempat tinggal dan 75 persen penduduk di daerah kantong pesisir Palestina tersebut telah mengungsi sejak meletusnya konflik Israel-Hamas 200 hari yang lalu.

"Waktu adalah kehidupan itu sendiri. Konflik di Gaza harus dihentikan," tegas Wang Wenbin.

Menurut Wang Wenbin, warga Palestina yang tewas karena konflik sudah mencapai lebih dari 30 ribu orang dengan 110.000 orang menjadi korban luka-luka.

"Bencana kemanusiaan yang mengerikan ini menantang kesadaran moral yang mendasari peradaban manusia dan telah mengungkap kemunafikan negara-negara tertentu yang mengklaim 'menjunjung dan menjaga hak asasi manusia'," tambah Wang Wenbin.

China, menurut Wang Wenbin, mendesak negara-negara terkait untuk berhenti menghalangi tindakan DK PBB.

"Kami menyerukan pihak-pihak terkait untuk sepenuhnya menerapkan Resolusi Dewan Keamanan 2728, mewujudkan gencatan senjata tanpa syarat dan berkelanjutan dan memastikan akses kemanusiaan tanpa hambatan agar dapat mengakhiri bencana yang menimpa rakyat Palestina secepatnya. Konflik ini adalah aib bagi peradaban manusia," ungkap Wang Wenbin.

Dalam sebuah rekaman pidato yang menandai hari ke-200 konflik tersebut, juru bicara sayap bersenjata Hamas Brigade Al-Qassam, Abu Ubaida, menuduh Israel menghalangi berbagai upaya mediasi gencatan senjata.

Media Israel pada Senin (22/4) melaporkan bahwa berbagai persiapan sedang dilakukan untuk memperluas zona kemanusiaan di Jalur Gaza menjelang kemungkinan serangan Israel ke Rafah, kota di ujung selatan Jalur Gaza.

Namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Minggu (21/4) berjanji akan mengintensifkan tekanan militer dan politik terhadap Hamas dalam beberapa hari mendatang.

Netanyahu berulang kali mengancam akan melancarkan serangan ke Rafah, karena kota itu merupakan "benteng pertahanan" terakhir Hamas.

Rafah menjadi tempat perlindungan terakhir bagi lebih dari 1,4 juta warga Palestina yang terpaksa mengungsi dari Jalur Gaza utara dan Jalur Gaza tengah akibat perang yang masih berlangsung antara Hamas dan Israel.

Israel melancarkan serangan berskala besar terhadap Hamas di Jalur Gaza untuk membalas serangan Hamas di perbatasan Israel selatan pada 7 Oktober 2023, di mana sekitar 1.200 orang terbunuh dan lebih dari 200 orang disandera.

Hingga Selasa (23/4), sebanyak 34.183 warga Palestina tewas dan 77.143 orang lainnya terluka di Jalur Gaza akibat serangan Israel, menurut data yang dipublikasikan oleh Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas.

Gencatan senjata pernah terjadi pada 24 November 2023 termasuk juga melakukan pertukaran tahanan dan sandera dan juga pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Gencatan senjata telah diperpanjang beberapa kali dan berakhir pada 1 Desember 2023.

Baca juga: China desak Israel untuk tidak lakukan operasi militer ke Rafah
Baca juga: Sejuta warga Gaza kehilangan tempat tinggal dalam 200 hari konflik

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2024