Jakarta (ANTARA News) - Putusan Mahkamah Kontitusi (MK) yang berakibat hilangnya kewenangan Komisi Yudisial disayangkan banyak pihak, termasuk Partai Buruh yang menyebut putusan MK tersebut sebagai langkah mundur dalam upaya pembenahan aparat hukum di Indonesia. "Putusan itu langkah mundur. Setelah sebelumnya ada harapan untuk memperbaiki perilaku hakim dengan adanya badan independen yang mengawasi, maka dengan adanya putusan tersebut pupus sudah harapan itu," Ketua Umum Partai Buruh Mochtar Pakpahan, di Jakarta, Jumat. Ditemui di sela-sela Temu Kader Nasional Partai Buruh di Gedung PBNU, Mochtar mengatakan, dampak lain dari putusan MK itu adalah semakin sulitnya upaya pemberantasan mafia peradilan. Ada badan yang mengawasi hakim saja mafia peradilan sulit dibasmi, apalagi jika pengawas independen itu dihilangkan. Dikatakannya, hakim bukanlah malaikat yang terbebas dari kepentingan. Dengan posisinya yang menentukan di bidang hukum, sementara tidak ada badan independen yang mengawasinya, maka sulit dipercaya jika dalam menjalankan tugasnya para hakim tersebut tidak akan terpengaruh oleh kepentingannya sendiri. "Kalau tidak ada yang mengawasi pasti akan menyeleweng. Lalu bagaimana, apakah pengawasan hakim dikembalikan kepada Mahkamah Agung (MA)? Ketua MA itu manusia juga, yang bisa didatangi Probosutedjo," katanya. Sebelumnya, MK dalam putusan uji materiil UU No 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (KY) dan UU No 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (KK) yang diajukan oleh 31 hakim agung, menghilangkan ketentuan yang mengatur tentang fungsi pengawasan KY. Dalam putusan yang dibacakan oleh delapan hakim konstitusi, Rabu (23/8), MK berpendapat pasal-pasal dalam UU KY yang mengatur fungsi pengawasan terbukti menimbulkan ketidakpastian hukum. MK menyatakan, UU KY terbukti tidak rinci mengatur tentang prosedur pengawasan, tidak jelas dan tidak tegas menentukan siapa subyek yang mengawasi, apa obyek yang diawasi, instrumen apa yang digunakan serta bagaimana proses pengawasan itu dilaksanakan. Putusan MK tersebut kontan mendapat reaksi negatif dari berbagai pihak. Sebagian kalangan DPR menyatakan putusan MK itu akan menyuburkan mafia peradilan. Bahkan, anggota DPR Lukman Hakim Saifuddin menyebut MK bisa menjadi monster baru bagi penegakan hukum di Indonesia.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006