... masuknya wisatawan dalam jumlah besar juga menyebabkan penurunan kualitas hidup  penduduk lokal dan pengunjung.
Mexico City (ANTARA) - Setelah ribuan penduduk setempat turun ke jalan untuk memprotes pariwisata massal di Kepulauan Canary, Spanyol, dalam beberapa pekan terakhir, salah satu aktor di balik demonstrasi itu berbagi cerita bagaimana ledakan pariwisata justru merugikan kehidupan masyarakat.

Mereka yang tinggal di pulau-pulau itu selama beberapa generasi terpaksa mengambil sikap.


Terpaksa pergi

Tumbuh dewasa dan tinggal di Tenerife, pulau terbesar di Kepulauan Canary, selama lebih dari 50 tahun, Francoise Drapier Torrontegui, memutuskan untuk pergi ke Inggris pada 2017, ketika dia sudah berumur 54 tahun, untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.

"Secara umum, saya lebih suka tinggal di Kepulauan Canary, tentunya. Akan tetapi profesi saya tidak dibayar dengan layak di sini," kata Torrontegui dalam wawancara dengan wartawan Tommy Yang dari Sputnik.

Torrontegui mengungkapkan ia bisa mendapatkan gaji 3.500-4.000 poundsterling atau kurang lebih Rp80 juta per bulan dengan bekerja sebagai pengasuh penuh waktu di Inggris.

"Di sini, (gaji) saya tidak sampai 900 euro per bulan dengan melakukan pekerjaan yang sama.

"Akan tetapi sewa bulanan di sini naik, dari sekitar 500 euro ke 1.000 euro. Mustahil untuk saya terus tinggal di sini. Itu sebabnya saya harus pindah," kata Torrontegui yang kini berumur 61 tahun.

Apabila Torrontegui memilih tetap tinggal di Tenerife, dia harus berkorban banyak demi hidup yang layak.

"Anda harus mengubah kualitas hidup Anda. Anda harus membayar 350 euro untuk kamar kecil di apartemen yang digunakan bersama dengan orang lain," kata Torrontegui.

"Anda terpaksa hidup tanpa ekspektasi memiliki keluarga, anak, atau menikah. Itu semua mustahil karena meningkatnya biaya hidup.

"Makanan dan transportasi juga menjadi sangat mahal. Sangat sulit hidup dalam keadaan seperti ini," kata Torrontegui.

Apa yang memaksa banyak penduduk setempat seperti dirinya pindah dari Kepulauan Canary adalah ledakan pariwisata yang sangat besar dalam beberapa tahun terakhir.

Torrontegui mengungkapkan bahwa setelah krisis keuangan global pada 2008, ketika bank menyita banyak rumah kosong karena masyarakat tidak mampu membayar cicilan rumah, harga properti di Kepulauan Canary mulai meningkat pesat.

Warga setempat tidak punya pilihan untuk membeli atau menyewa tempat tinggal di tengah spekulasi dari para turis dan investor swasta, yang membeli apartemen di mana-mana dan menyewakannya untuk rumah liburan.

"Spekulasi itu tidak memungkinkan kami untuk memiliki kehidupan yang normal," kata Torrontegui.

Selain masalah perumahan, masuknya wisatawan dalam jumlah besar juga menyebabkan penurunan kualitas hidup  penduduk lokal dan pengunjung.

"Semuanya kolaps. Kemacetan tidak tertahankan. Jika keadaan ini makin parah dan kian banyak wisatawan yang datang, suatu saat nanti para wisatawan bahkan tidak ingin lagi datang ke sini."

"Misalnya karena macet, Anda memerlukan waktu 1,5 jam untuk sampai ke tempat yang ingin Anda kunjungi. Ini sangat merepotkan tidak hanya bagi wisatawan, tetapi juga bagi warga sekitar yang harus pergi bekerja," kata Torrontegui.

Itulah yang membuat Torrontegui memutuskan untuk mendirikan organisasi bernama Salvar Canarias, yang berarti "Selamatkan Kepulauan Canary" dalam bahasa Spanyol, ketika dia terpaksa pergi ke Inggris untuk bekerja pada 2017.

Pada tahun-tahun berikutnya ia membagi waktunya dengan bekerja di Inggris selama 6-12 bulan sebelum kembali ke pulau asalnya selama beberapa bulan untuk mengadvokasi perubahan dalam industri pariwisata setempat.


Pertumbuhan yang tidak berkelanjutan

Meskipun pariwisata menjadi penggerak utama perekonomian Kepulauan Canary selama beberapa dekade, apa yang diperjuangkan oleh Torrontegui dan kelompok advokasi setempat adalah struktur industri pariwisata yang gagal memberikan manfaat bagi penduduk setempat.

"Kualitas pekerjaan masyarakat yang tinggal di sini sangat buruk," kata Torrontegui.

Ia mengungkapkan warga yang mendapat kontrak kerja 4-5 jam setiap hari bisa dipaksa bekerja 12-14 jam per hari.

Mereka juga tidak dapat menempati posisi eksekutif tingkat tinggi, direktur, atau manajer, karena mayoritas orang Kepulauan Canary tidak memiliki kualifikasi untuk pekerjaan tersebut, kata Torrontegui.

Warga setempat dipekerjakan sebagai petugas kebersihan, penjaga keamanan, atau pembantu di pantai.

"Itu adalah pekerjaan dengan pendapatan yang sangat rendah dan kondisi yang mengerikan," kata Torrontegui.

"Industri pariwisata harus memberikan lebih banyak uang untuk pendidikan dan pelatihan penduduk lokal untuk melakukan pekerjaan yang berbeda," ujarnya.

Setelah jeda sejenak selama pandemi COVID-19, pulihnya pariwisata di Kepulauan Canary pada 2022 membawa banyak tantangan baru.

"Selama pandemi, tidak ada turis yang datang ke sini selama 1 tahun lebih. Itu luar biasa. Semua orang tenang. Anda akhirnya dapat bernapas lagi dan burung-burung berkicau," kenang Torrontegui.

Namun, dari 2022 hingga 2023, semuanya meningkat dengan cepat. Jumlah wisatawan yang datang ke Tenerife setiap tahunnya melonjak, dari 6 juta menjadi 14-16 juta per tahun.

"Itu perbedaan yang besar. Itulah alasan keruntuhan mengerikan yang kita lihat saat ini," kata Torrontegui.

Untuk mengakomodasi banyaknya wisatawan yang berbondong-bondong ke Kepulauan Canary setiap tahunnya, para pengembang berencana mendirikan sejumlah hotel baru.

Pertumbuhan pesat dalam industri pariwisata juga dapat memengaruhi keanekaragaman hayati di Kepulauan Canary.

"Mereka tidak menghargai ekosistem. Jika kita membangun lebih banyak hotel, hal ini akan mengacaukan ekosistem setempat," Torrontegui mengatakan.

"Semua limbah langsung dibuang ke laut. Berbagai pantai ditutup selama musim semi atau musim panas karena polusi air yang sangat tinggi.

"Toksisitas dalam air sangat tinggi sehingga banyak warga Canary dibawa ke rumah sakit karena masalah kulit setelah menyentuh air," kata sang aktivis.

Itulah yang mendorong organisasi Torrontegui dan kelompok advokasi setempat untuk juga mencegah pembangunan hotel baru, seperti hotel pinggir pantai La Tejita yang diusulkan Viqueira Group di selatan Tenerife.

Setelah berhasil menghentikan proyek tersebut pada 2022, aktivis setempat seperti Torrontegui menginisiasi sejumlah upaya baru untuk menghentikan proyek itu menyusul persetujuan yang didapat pihak pengembang untuk memulai kembali pembangunan hotel itu pada awal tahun ini.

Selain menghentikan pembangunan hotel baru, Torrontegui berharap pemerintah Kepulauan Canary menerapkan langkah lain untuk membatasi jumlah wisatawan yang berkunjung setiap tahunnya

"Kami meminta pemerintah untuk memperkenalkan pajak lingkungan baru yang harus dibayar oleh setiap wisatawan," kata Torrontegui.

"Dengan uang tersebut, kita dapat melindungi ekosistem dengan lebih baik. Jika mereka bisa mengurangi jumlah wisatawan sebesar 35-40 persen, hal ini pada akhirnya akan lebih berkelanjutan bagi semua orang," kata dia.

Torrontegui dan kelompoknya kemudian lewat media sosial menyeru warga setempat untuk bergabung dalam protes baru-baru ini dan mendukung tuntutan mereka.

Mereka bahkan melakukan mogok makan dalam beberapa hari terakhir selama aksinya.

Torrontegui berharap upayanya dapat membuahkan hasil dan menjadikan industri pariwisata di Kepulauan Canary lebih berkelanjutan sehingga pada akhirnya ia dapat pulang dan pensiun dengan damai di pulau tempat ia dibesarkan.

Sumber: Sputnik

Editor: Achmad Zaenal M

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024