"Pemerintah Indonesia tidak mengirim mereka (TNI --red) untuk berperang, tetapi untuk menjaga perdamaian," ujar Menlu RI.
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia masih menanti petunjuk pelaksanaan penggelaran pasukan PBB di Lebanon untuk menjamin keselamatan pasukan Indonesia yang dikirim ke negara tersebut. "Kalau mandat pasukannya memerangi pihak-pihak yang bertikai, Indonesia mempertimbangkan tidak ikut karena bisa jadi tidak sesuai dengan keinginan kita. Kita harus menghitung keselamatan pasukan kita juga," kata Menlu Hassan Wirajuda seusai pengukuhan Duta Belia Indonesia 2006 di Jakarta, Jumat. Menurut Menlu, sekalipun pasukan perdamaian yang dikirim ke Lebanon dipersenjatai, namun jumlahnya terbatas. "Pemerintah Indonesia tidak mengirim mereka (TNI --red) untuk berperang, tetapi untuk menjaga perdamaian," ujarnya seraya menambahkan bahwa Pemerintah Indonesia tidak dapat mengirim pasukan dalam situasi yang membahayakan. "...beberapa hari terakhir juga ada perdebatan yang terjadi di Eropa, yang ingin memperoleh kejelasan karena tidak ingin pasukan mereka digelar dalam situasi yang membahayakan," katanya. Oleh karena itu, lanjut Menlu, Indonesia dan beberapa negara lain yang ingin berkontribusi dalam pasukan perdamaian masih mencermati dan menanti petunjuk pelaksanaan dan penggelaran pasukan perdamaian PBB. "Memang semula direncanakan keputusannya kemarin malam, namun saya mendapat laporan bahwa pertemuan konsultasi itu diundur sampai hari Senin minggu depan," katanya. Dengan kata lain, lanjut Menlu, belum ada keputusan akhir mengenai mandat pasukan PBB di Lebanon. Menlu mengatakan, alasan penundaan adalah kebutuhan antar-negara Eropa untuk melakukan konsultasi. PBB ingin menempatkan pasukan dengan kekuatan 3.500 personil pada 2 September mendatang dan berharap dapat menempatkan pasukan secara keseluruhan pada 4 November. Dewan Keamanan PBB pada 11 Agustus telah memutuskan tambahan 13 ribu tentara untuk memperkuat dua ribu tentara PBB yang ditempatkan di Lebanon UNIFIL. Namun keengganan Perancis untuk menambah jumlah personil militernya bagi pasukan PBB telah mengecewakan PBB dan AS yang mengharapkan Paris akan memimpin misi itu. Keengganan itu dikarenakan pengalaman Perancis kehilangan 58 anggota pasukan para dalam ledakan bom di Beirut tahun 1983, dan 84 orang tentara di Bosnia awal tahun 1990-an.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006