Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Kejuruan Teknik Kewilayahan dan Perkotaan Persatuan Insinyur Indonesia (BKTKP-PPI) Soelaeman Soemawinata mengemukakan bahwa swasta memiliki peran besar untuk mewujudkan Jakarta sebagai kota global.

"Agar sukses mewujudkan Jakarta sebagai kota global maka tak hanya Pemerintah Provinsi Jakarta yang bekerja tetapi swasta juga memiliki andil yang sangat besar untuk mengisi pengembangan wilayah yang ada di dalamnya," kata Soelaeman di Jakarta, Selasa.

Namun, kata Soelaeman, meski sudah memiliki Undang-Undang Nomor 2 tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ), pemerintah tetap berkewajiban menjelaskan apa saja yang akan dipindahkan ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur.

Mengingat ada beberapa contoh pengembangan kota global setelah tidak lagi menyandang Ibu Kota Negara beberapa berlokasi dekat dengan ibu kota yang baru.

"Memang perlu kepastian. Yang akan dipindah itu pusat pemerintahannya atau termasuk pusat ekonomi. Kalau pusat ekonomi masih ada di sini tentunya swasta banyak yang ikut berkontribusi," kata Soelaeman.

Baca juga: Sosialisasi alokasi APBD lima persen untuk kelurahan dilakukan Mei

Menurut Soelaeman, belajar dari Korea Selatan yang memindahkan ibu kota dari Seoul ke Sejong ternyata 35 dari 45 kementerian masih di ibu kota yang lama. Sedangkan sisanya sudah di Sejong.

Terkait pemindahan IKN, Soelaeman mendukung upaya pemerintah tersebut mengingat tingkat kepadatan penduduk yang begitu tinggi. Pada 2023 jumlah penduduk di Jabodetabek mencapai 35 juta jiwa (12,59 persen), sedangkan pada 2045 diprediksi mencapai 43 juta jiwa.

Bahkan Jakarta sebagai kota metropolitan menempati peringkat dua dunia setelah Jepang mencapai 30,2 juta penduduk.

Sedangkan untuk kontribusi PDB nasional pada 2022, Pulau Jawa masih mendominasi di atas 56 persen dibandingkan pulau-pulau lain di Indonesia. Hal ini yang membuat Jawa termasuk Jabodetabek menjadi pusat perekonomian.

Belajar dari kondisi demikian pemindahan Ibu Kota sudah tidak bisa ditawar lagi. Persoalan lingkungan saat ini menjadi persoalan serius dengan tingkat kepadatan tersebut.

Baca juga: Ketua DPRD DKI nilai 5 persen anggaran untuk kelurahan terlalu besar

Pencemaran udara akan menjadi tantangan serius ke depan termasuk kesehatan mengingat tanaman yang ada di Jabodetabek harus bisa menghasilkan oksigen untuk memenuhi kebutuhan 30 juta jiwa lebih di dalamnya.

Soelaeman mengatakan, pemindahan ibu kota ini harus dibarengi dengan penataan permukiman penduduk mengingat masih banyak wilayah di Jabodetabek yang memiliki kantong permukiman kumuh.

Solusi pengembangan penataan permukiman ke depan untuk mewujudkan Jakarta sebagai kota global adalah melalui rumah susun (rusun) atau apartemen berbasis transportasi publik atau dikenal dengan "transit oriented development" (TOD).

Namun untuk mewujudkan hunian bertingkat di Jabodetabek juga bukan perkara mudah karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk itu swasta memiliki peranan penting untuk mewujudkannya.

Menurut Soelaeman, wilayah barat dan selatan masih menjadi lokasi favorit bagi hunian. Hal ini karena mayoritas permukiman di kawasan tersebut telah terjangkau layanan air bersih perpipaan.

Alternatif lain melalui dana abadi (sinking fund) untuk memperbaiki kawasan kumuh seperti yang disampaikan pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih.

Baca juga: Dukcapil pastikan KTP lama tetap berlaku meski status Jakarta jadi DKJ

Sedangkan Chief Marketing Officer Alam Sutera Alvin Andronicus membenarkan pembangunan hunian bertingkat membutuhkan upaya tersendiri saat ini karena membutuhkan modal yang tidak sedikit.

Namun kebijakan untuk menjadikan Jakarta sebagai kawasan aglomerasi bisa menjadi magnet untuk pengembangan bisnis ke depan setelah tidak lagi menyandang sebagai ibu kota negara.

Alvin menilai kebijakan pemerintah di sektor perumahan akan terus berlanjut bahkan ada peluang untuk perbaikan seperti strategi pembiayaan, fasilitas subsidi dan alokasi dana.

Alasannya, kata Alvin, kebutuhan rumah (backlog) ke depan masih sangat besar. Sedangkan mayoritas masyarakat belum pulih daya belinya akibat pandemi beberapa waktu lalu.

Kemudian untuk menjembatani kepemilikan hunian, skema pembiayaan seperti pinjam pakai menjadi terobosan ke depan. Dengan demikian masyarakat tidak terbebani untuk membeli rumah, ibarat sewa rumah nanti pada saatnya bisa dimiliki.

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024