Hal itu penting, karena kebijakan energi nasional selama ini dinilai tidak cerdas, karena belum mendorong percepatan kemandiran dan ketahanan energi bangsa,"
Yogyakarta (ANTARA News) - Kebijakan energi nasional ke depan harus mampu mendorong percepatan kemandirian dan ketahanan energi bangsa, kata anggota Dewan Energi Nasional Tumiran.

"Hal itu penting, karena kebijakan energi nasional selama ini dinilai tidak cerdas, karena belum mendorong percepatan kemandiran dan ketahanan energi bangsa," katanya di sela seminar Green Energy Technology di Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, hal itu dapat dilihat dari lemahnya komitmen pemerintah pusat dan daerah dalam mengembangkan energi baru dan terbarukan. Padahal, sumber bahan bakar energi fosil sudah tidak lagi bisa diandalkan dalam 25--50 tahun mendatang.

"Dewan Energi Nasional (DEN) bahkan sudah merencanakan pemanfaatan energi terbarukan yang mampu memenuhi sekitar 21 persen dari kebutuhan energi nasional. Saat ini baru sekitar lima persen yang sudah dipenuhi," katanya.

Ia mengatakan pemanfaatan energi surya, angin, air, dan biomassa sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Oleh karena itu dibutuhkan perombakan kebijakan energi melalui komitmen para pemimpin bangsa di masa mendatang.

"Tanpa itu, kita akan selalu menjadi pasar dan negara lain yang mengambil keuntungan dari sumber daya alam yang kita milik. Sumber energi fosil yang kita miliki saat ini seharusnya tidak lagi dijadikan komoditas tetapi harus kita perlakukan sebagai modal pengembangan industri, seperti yang sudah dilakukan oleh China," katanya.

Menurut dosen Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) itu, China memiliki cadangan batu bara yang lebih besar tetapi sebagian besar dimanfaatkan sendiri untuk mengembangkan industri di dalam negeri.

"Kebijakan mengekspor mineral dalam bentuk bahan mentah saat ini sangat merugikan bangsa. Sungguh ironis, Indonesia merupakan negara dengan cadangan batu bara terbesar kelima di dunia, tetapi bangga menjadi negara pengekspor batu bara terbesar," katanya.

Ia mengatakan saat ini DEN sedang menyusun Kebijakan Energi Nasional (KEN) sebagai acuan pemanfaatan sumber daya energi di daerah-daerah agar kebijakan energi nasional bisa lebih cerdas di masa mendatang.

Artinya, pemanfaatan sumber energi di daerah harus diselaraskan dengan perencanaan nasional. Kemandirian energi, selain harus memenuhi aspek ketahanan energi juga harus memenuhi aspek teknologi.

Menurut dia, tanpa menguasai teknologi, jangan harap negara ini unggul. Persoalannya, selain pemerintah belum menunjukkan komitmen yang kuat dalam mewujdukan kemandirian dan ketahanan energi, tidak ada pula koordinasi di antara kementerian.

"Masing-masing kementerian berjalan sendiri-sendiri. Masing-masing kementerian memiliki kebijakan sendiri, sehingga sering tumpang tindih atau menjadi tidak efisien," katanya.

Asisten Deputi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Masyarakat Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek) Momon Sadiyatmo mengatakan selama ini Kemristek sudah mendorong masyarakat untuk melakukan inovasi termasuk di bidang "green energy".

"Namun, hanya sebatas pengembangan teknologi itulah kewenangan kami. Selanjutnya, jika ingin dikembangkan untuk skala industri, sudah bukan lagi menjadi urusan Kemristek," katanya.

Menurut dia, untuk mendorong pengembangan teknologi, Kemristek baru-baru ini telah mengirimkan delapan orang ke Jerman untuk belajar tentang energi baru dan terbarukan termasuk bidang "green energy".

"Saat ini kami juga memiliki 16 bidang unggulan di bidang pengembangan teknologi energi terbarukan," katanya.(*)

Pewarta: Bambang Sutopo Hadi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013