Dengan penerapan industri hijau, diharapkan dapat menjawab berbagai isu dan tantangan ke depan seperti perubahan iklim dan dekarbonisasi
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian menerapkan Standard Industri Hijau (SIH) untuk meningkatkan daya saing industri manufaktur dengan menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan.

“Dengan penerapan industri hijau, diharapkan dapat menjawab berbagai isu dan tantangan ke depan seperti perubahan iklim dan dekarbonisasi,” ujar Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin Andi Rizaldi dalam keterangan di Jakarta, Rabu.

Kebijakan Industri Hijau, kata dia, secara garis besar sudah mencakup tiga pilar dalam aspek sustainability, yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial.

Andi menjelaskan bahwa penerapan SIH merupakan salah satu instrumen yang akan menjadi tulang punggung untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Social Development Goal’s/SDG’s), Environmental Social Governance(ESG), maupun Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia, serta Net Zero Emission sektor industri manufaktur pada tahun 2050 atau lebih awal.

“Kami akan mendorong SIH ini untuk memperkuat akses pasar, akses pendanaan, sekaligus pendorong pencapaian target dekarbonisasi,” ujarnya.

Baca juga: Kemenperin dorong IKM alas kaki berinovasi lewat pendampingan

Baca juga: Kemenperin: Perlindungan kekayaan intelektual kembangkan produk IKM


Guna mencapai sasaran tersebut, Andi mengemukakan terdapat beberapa hal yang akan menjadi fokus pengembangan SIH ke depannya, seperti mendorong SIH dapat berperan signifikan dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Green Public Procurement).

Lebih lanjut, SIH diharapkan dapat bertindak sebagai safeguarding produk nasional dalam rangka menghadapi perubahan regulasi di negara tujuan ekspor terutama CBAM (Carbon Border Adjustment Mechanism). Sebagai contoh, SIH terkait alumunium, baja dan hidrogen.

Andi juga berharap SIH diarahkan untuk menjadi salah satu instrumen dalam mencapai nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) guna memenuhi ketentuan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).

Selanjutnya, tutur Andi, SIH juga diarahkan untuk dapat menjadi salah satu instrumen perdagangan internasional, baik sebagai NTM (Non-Tariff Measures) melalui pemberlakuan SIH secara wajib untuk menghadapi gempuran produk impor, juga menjadi salah satu faktor untuk pemenuhan kriteria ketentuan asal (COO) dalam kerangka kerja sama perdagangan bebas dengan negara mitra.

“Bahkan, kami mendorong SIH turut berperan dalam pencapaian target industri prioritas sesuai program strategis Kementerian untuk meningkatkan daya saing sekaligus memenuhi komitmen negara dalam NDC dan NZE,” kata Andi.

Baca juga: Kemenperin imbau pengusaha industri produksi barang sesuai SNI

Baca juga: Kemenperin fasilitasi industri alkes nasional bisa masuk pasar Eropa

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024